Gelar Festival Gunung Slamet, Purbalingga catatkan rekor MURI
Gelar Festival Gunung Slamet, Purbalingga catatkan rekor MURI. MURI mencatat rekor terbanyak dan terunik dengan membawa lodong atau tempat air berbahan bambu sebanyak 777 buah.
Berselang beberapa hari usai mengukir nama dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) dalam penciptaan rekor pengambilan sampel urine untuk tes narkoba terbanyak di Indonesia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga kembali menciptakan rekor MURI.
Kali ini, Pemkab Purbalingga menciptakan rekor MURI dalam rangkaian pembukaan Festival Gunung Slamet (FGS) yang digelar selama tiga hari, mulai 13 hingga 15 Oktober 2016.
Dalam agenda tersebut, MURI mencatat rekor terbanyak dan terunik dengan membawa lodong atau tempat air berbahan bambu sebanyak 777 buah. Deputi manajer MURI, Ariyani Siregar menjelaskan banyaknya lodong yang diarak tersebut telah memecahkan rekor MURI dan tercatat dalam rekor yang ke-7.638.
"MURI memberikan penghargaan kepada Bupati Purbalingga sebagai pemrakarsa dan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora) Purbalingga sebagai penyelenggara," ujarnya, Kamis (13/10).
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Dinbudparpora Purbalingga, Subeno mengatakan pemecahan rekor dalam pembukaan FGS ditujukan untuk menunjukkan ciri khas lokalitas budaya setempat yang telah ada. Sekaligus, untuk menarik wisatawan berkunjung ke Desa Serang Kecamatan Karangreja.
Lebih jauh, ia mengemukakan jumlah 777 tersebut bisa diartikan sebagai meminta pertolongan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
"Jumlah 777 yang dalam bahasa jawa pitungatus pitungpuluh pitu, memiliki arti pitulungan atau pertolongan. Secara umum, ini merupakan bentuk meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar para pemimpin dan masyarakatnya bisa diberi kekuatan untuk bisa membangun Purbalingga," katanya.
Sementara itu, Bupati Purbalingga, Tasdi mengatakan kegiatan FGS memiliki arti penting dalam kehidupan bermasyarakat. Arti penting tersebut, jelas Tasdi, meliputi membangun mental spiritual, membangun rasa sosial dan membangun budaya.
"Dengan FGS diharapkan bisa terus melestarikan budaya serta adat istiadat kepada generasi penerus," ucapnya.
Lodong sendiri berisi air yang sebelumnya diambil dari Tuk (mata air) Sikopyah yang berada di Desa Serang Kecamatan Karangreja. Tuk Sikopyah sendiri berada sekitar dua kilometer dari Balai Desa Serang. Setelah proses pengambilan air dari Tuk Sikopyah, lodong kemudian diarak dan kemudian disemayamkan di Balai Desa Serang selama tiga malam.
Tak hanya itu, sesampainya rombongan di Balai Desa Serang, peserta kirab dijamu nasi penggel dan sayur gandul (pepaya) dengan lauk ikan asin yang berada dalam satu bakul.
Tiap bakul yang dibawa, terdapat tiga buntel atau bungkus daun pisang nasi penggel, tiga buntel sayur gandul dan tiga buntel ikan asin. Secara kepercayaan masyarakat setempat, nasi penggel dan sayur gandul merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.