Gerindra: Polri dan TNI gagal manfaatkan informasi intelijen
Salah satu contohnya adalah kasus penembakan di Lapas Cebongan terhadap empat orang tahanan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, pelanggaran HAM yang belakangan marak terjadi akibat dari lemahnya pemanfaatan informasi intelijen yang dilakukan oleh polisi dan TNI. Menurutnya, intelijen yang ada saat ini sudah cukup hebat, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
Fadli mengatakan, salah satu contoh persoalan yang ditimbulkan dari lemahnya pemanfaatan informasi intelijen, terjadi pada kasus penembakan di dalam Lapas Cebongan, Sleman, DIY beberapa waktu lalu. Dalam peristiwa itu, empat tahanan penghuni Lapas Cebongan tewas dan beberapa penjaga Lapas luka-luka lantaran diintimidasi pelaku pembantaian.
-
Bagaimana cara prajurit TNI menangkap 'penyusup' tersebut? Saat itu, prajurit TNI mengenakan seragam PDL nampak memegang bagian ekor biawak dan mencoba memindahkannya ke tempat lebih aman.
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Kenapa prajurit TNI mengamankan 'penyusup' tersebut? Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Kapan gadis tersebut melapor ke polisi? Korban merupakan warga Old City, Hyderabad. Dia berjalan sendirian ke kantor polisi dua tahun lalu dan mengajukan laporan terhadap ayahnya.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
"Menurut saya, persoalan kita bukan pada intelijen. Intelijen sangat diperlukan tapi yang jadi masalah adalah level tingkat eksekusi usernya (penegak hukum). Tidak ada gunanya intelijen hebat memberikan informasi apapun, akan tetapi user lemah tidak bisa memanfaatkan informasi intelijen," kata Fadli Zon dalam diskusi bertema 'Huru-hara dan Kekerasan di Indonesia, Kemana Intelijen kita?' di Dapur Selera, Jakarta, Minggu (31/3).
Fadli menilai, kasus Cebongan merupakan kasus teror terhadap negara. Sehingga dia meminta kepada aparat terkait untuk segera mengusut dan mengantisipasi hal-hal yang berdampak pada peristiwa serupa di kemudian hari.
"Kasus Cebongan teror terhadap negara, dan bisa terjadi ditiru di tempat-tempat lain. Ini sejarah, eksekusi terjadi di tempat terlindungi. Jangan sampai hal ini menjadi hal yang biasa," imbuhnya.
Seperti diberitakan, empat tahanan tewas dan dua orang sipir Lapas Cebongan, Sleman, DIY, terluka setelah diserang belasan orang tak dikenal. Korban Dicky Sahetapy, Dedi, Aldi dan Yohanis Juan Mambait merupakan pelaku penganiayaan yang menewaskan seorang anggota Kopassus, Sertu Santoso (31) di Hugo's Cafe Kota Yogyakarta.
Kejadian penembakan itu berlangsung sekitar pukul 01.30 WIB, dimulai dengan kedatangan belasan orang bercadar ke dalam Lapas. Dengan menggunakan penutup muka berwarna hitam, para pelaku melompati pagar setinggi sekitar satu meter.
Pria berbadan tegap itu lantas melumpuhkan sipir penjara, dan memaksanya untuk masuk ke dalam sel tahanan. Tidak berhenti sampai di situ, para pelaku meminta sipir pembawa kunci untuk memeriksa satu per satu sel guna menemukan sasarannya.
Tidak lama, mereka menemukan para pelaku yang tengah meringkuk di dalam sel. Tanpa basa-basi, belasan pria bercadar itu menembakkan senjata api ke arah para korban hingga tewas.
(mdk/dan)