Guru Besar Unhas nilai masalah Dokter Terawan cuma etik bukan akademik
Kontroversi metode cuci otak dokter Terawan Agus Putranto kembali mengemuka, usai keluarnya keputusan pemecatan kepala RSPAD Gatot Subroto tersebut dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Kontroversi metode cuci otak dokter Terawan Agus Putranto kembali mengemuka, usai keluarnya keputusan pemecatan kepala RSPAD Gatot Subroto tersebut dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dan yang menjadi perhatian saat ini adalah Universitas Hasanuddin, tempat Terawan mengambil gelar doktornya Agustus 2016 lalu dengan disertasi mengenai pengobatan stroke menggunakan Digital Subtraction Angiography (DSA) memanfaatkan cairan heparin itu.
-
Apa saja layanan medis yang dilayani oleh Dokter Terawan? "Prof Terawan Hanya melayani Tindakan Digital Substraction Angiography (DSA), dan Immunotherapy Nusantara," kata Okta.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Di mana Dokter Lo dirawat? Ia membenarkan jika dokter Lo Siauw Ging MARS saat ini sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit Kasih Ibu (RSKI) Solo.
-
Kenapa Jokowi meminta Kemenkes segera mengisi kekurangan dokter spesialis? "Tadi Pak Menkes sudah menyampaikan bahwa dokter umum masih kurang 124.000, dokter spesialis masih kurang 29.000. Jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi," kata Jokowi dalam Peresmian Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, Senin (6/5).
-
Apa profesi Putra Dokter Boyke, Dhitya Dian Nugraha? Mengikuti jejak sang ayah, Dhitya merupakan alumnus Universitas Indonesia. Namun, perjalanan akademisnya tidak berhenti di sana. Ia melanjutkan pendidikannya di luar negeri, tepatnya di Universiteit Leiden, Belanda, dari tahun 2017 hingga 2020 dengan mengambil jurusan psikologi.
-
Siapa yang Jokowi minta untuk mengisi kekurangan dokter spesialis? Jokowi meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera mengisi kekosongan dokter umum dan dokter spesialis di rumah sakit daerah.
Prof dr Irawan Yusuf Ph.D, guru besar Universitas Hasanuddin yang menjadi promotor atau pembimbing disertasi Dr dr Terawan Agus Putranto angkat bicara. Kata dia, sebenarnya masalahnya di sisi etik saja, tidak ada masalah sisi akademiknya.
"Persoalan ini murni masalah etik bukan akademik. Namun kadang orang sulit membedakan mana soal etik dan mana soal akademik sehingga banyak orang yang bertanya-tanya," kata Irawan saat memberikan keterangan pers di gedung rektorat Universitas Hasanuddin, Jumat (6/4).
Dijelaskan, soal etik sebagai mana yang dimaksud oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) pengurus besar IDI adalah dugaan pelanggaran, bahwa saat menerapkan terapi atau pengobatan stroke iskemik kronik atau cuci otak menggunakan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) itu, Terawan dinilai telah mengiklankan diri berlebihan, tidak mengindahkan undangan divisi MKEK Pengurus Besar IDI untuk hadir di sidang kemahkamaan, menjanjikan kesembuhan kepada pasien, menarik bayaran besar pada tindakan yang belum ada evidence based medicinenya.
"Kalau menurut saya, soal mengiklankan diri itu yang saya lihat adalah karena testimoni pasiennya. Testimoni keberhasilan itu yang dilihat oleh orang sehingga berdatangan untuk berobat sampai orang-orang besar seperti Aburizal Bakri, Mahfud MD. Dan kini jumlah pasiennya sudah ribuan orang. Lalu soal dipanggil dalam sidang kemahkamaan, kita tahu dr Terawan itu latar belakang militer jadi ada hirarkinya melapor dulu ke atasan, jadi tidak seperti orang sipil," urai Irawan.
Adapun mengenai sisi akademiknya yang membuat orang-orang bertanya tentang metode pengobatan stroke yang digunakan dokter berlatar belakang TNI itu, kata Guru Besar Unhas ini, sebenarnya bukanlah hal luar biasa. Terawan hanya sedikit memodifikasi metode pengobatan yang sudah ada.
"Dia menggunakan metode DSA itu memanfaatkan cairan heparin yang kita kenal hanya untuk mencegah penggumpalan darah di otak. Tapi di tangan dr Terawan, Heparin ini ternyata bisa menerobos penggumpalan darah di otak itu membuat aliran darah meningkat yang tadinya tersumbat sehingga obat dan nutrisi bisa masuk. Dari situlah muncul dampak subjektifnya terhadap pasien, mereka merasa lebih nyaman. Yang tadinya lumpuh tidak bisa bergerak menjadi bisa bergerak lagi, yang tadinya mulut mencong jadi tidak mencong lagi," jelas Irawan.
Ditanya kenapa kepala RSPAD Gatot Subroto itu mengambil S3-nya di Unhas untuk promosi doktor, kata guru besar Unhas ini, karena di kampus lain seperti UGM tidak ada yang bersedia menjadi pembimbingnya. Padahal seharusnya diberi ruang untuk pengembangan ilmu kedokteran.
"Kalau terobosan kedokteran memang selalu dimulai dengan kontroversi tapi ini harus diselesaikan dengan riset sampai ditemukan hasil bahwa terobosan itu aman dan bisa dipakai. Tidak justru dibiarkan berlarut-larut atau berhenti karena tidak akan menemukan jawabannya," tandasnya.
Yang harus dilakukan oleh Terawan, kata Irawan adalah harus memberikan gambaran yang lebih transparan tentang semua pasiennya karena belum tentu hasil semua baik. Tentu ada yang baik sekali, setengah baik atau tidak baik. Lalu, Terawan juga harus menjelaskan apa penelitian selanjutnya untuk membuktikan segala kekurangan yang ada itu sehingga metode pengobatan itu benar-benar standar.
Baca juga:
Prabowo ngaku 3 kali diterapi Dokter Terawan, kembali fit bisa 5 jam pidato
Praktik cuci otak Dokter Terawan, langgar kode etik atau inovasi medis?
Menkes soal metode 'cuci otak' oleh Dokter Terawan: Harus dibuktikan dalam penelitian
Testimoni SBY soal Terawan: Sahabat saya, seorang pemimpin dunia sembuh
Komisi IX panggil Dokter Terawan, IDI dan MKEK pekan depan