Habibie dan dukun beranak pemotong ari-arinya dengan sebilah bambu
Dukun tersebut selalu bahagia ketika dihampiri oleh BJ Habibie.
Di masa Belanda menjajah Indonesia, Parepare, tempat kelahiran Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan kota kecil yang belum tersentuh nuansa modernisasi. Jangankan dokter, bidan atau perawat saja jarang ada.
Maka dari itu, melahirkan menjadi momentum sakral yang dibantu oleh dukun beranak. Warga lokal menyebutnya dengan istilah 'sanro'. Dukun beranak itu membantu proses persalinan tanpa memakai satu pun alat modern.
Bukan hal yang mengherankan jika pada masa kelahirannya, BJ Habibie dibantu oleh sanro juga. Lapisan tipis pada kulit bambu, dipakai sebagaimana sebilah pisau bekerja. Kulit bambu yang tajam itu digunakan untuk memotong pusar BJ Habibie.
BJ Habibie masih ingat betul, siapa dukun beranak yang waktu itu memotong pusarnya. Setiap singgah ke kota kelahirannya, BJ Habibie selalu menyempatkan waktunya untuk berkunjung ke dukun beranak tersebut.
Pernah suatu kali saat BJ Habibie mengunjunginya, rambut dukun beranak itu sudah memutih, badannya bungkuk, mulutnya merah karena dampak sirih yang dikunyahnya. Akan tetapi penglihatan dukun beranak tersebut masih berfungsi dengan baik.
Dukun tersebut selalu bahagia ketika dihampiri oleh BJ Habibie. Dia senang bayi yang dulu dibantunya dalam proses persalinan, kini menjadi orang populer yang menjadi panutan anak bangsa.
Sampai sekarang BJ Habibie masih hafal benar siapa nama dukun beranak tersebut. Sanro itu kerap dipanggil dengan sebutan Indo Melo.
Begitulah BJ Habibie, dia selalu mengenang orang-orang yang pernah membantunya. Dia selalu berharap bisa membalas masing-masing orang yang pernah berbuat baik padanya.