Hadapi MEA, perguruan tinggi jadi ujung tombak
Ada beberapa faktor yang masih menjadi kelemahan Indonesia dalam bersaing di pasar global.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani mengatakan, ada beberapa faktor yang masih menjadi kelemahan Indonesia dalam bersaing di pasar global, yakni rendahnya kemampuan inovasi, kesiapan teknologi, riset dan pendidikan tinggi serta infrastruktur. Karenanya, dia menyatakan peran perguruan tinggi sangat penting untuk memacu pembangunan manusia Indonesia menjadi lebih baik.
Perguruan tinggi, kata dia, adalah ujung tombak dalam memperbaiki daya saing Indonesia berhadapan dengan negara lain di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Karena itu, pemerintah berupaya untuk memacu pembangunan manusia terutama melalui jalur pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Dalam menghadapi tantangan yang cukup berat di masa mendatang kita harus menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang memiliki keterampilan dan berdaya saing tinggi," katanya, Sabtu (27/2).
Menurutnya, tenaga kerja terampil merupakan hal penting dalam pembangunan manusia menghadapi MEA. Data BPS, tingkat pendidikan pekerja di Indonesia sekitar 65 persen didominasi oleh pekerja berpendidikan SMP ke bawah dan 25 persen pekerja berpendidikan menengah.
Sementara, lulusan perguruan tinggi kontribusinya kurang dari 10 persen. "Orientasi pendidikan tinggi di negara kita perlu ditata kembali. Di Indonesia diduga sekitar 75-85 persen lulusan perguruan tinggi berasal dari bidang non teknik. Hal yang sebaliknya terjadi di Korea Selatan, dengan lulusan sarjana sebagian besar di bidang teknik," kata Puan Maharani.
Dia mengatakan, banyaknya lulusan perguruan tinggi dari bidang non teknik tidak terlalu kondusif untuk mendukung penguasaan iptek dan peningkatan daya saing. Padahal, dalam rangka peningkatan daya saing di MEA, pemerintah akan mengalokasikan lebih dari Rp 5.000 triliun untuk pembangunan infrastruktur.
"Hal itu tentu membutuhkan banyak tenaga kerja dari bidang teknik. Jangan sampai peluang ini nantinya hanya dinikmati oleh pekerja asing," katanya.
Dia juga menilai swasta berperan besar dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia. Saat ini ada sekitar 3.958 perguruan tinggi swasta di tanah air atau lebih dari 95 persen. Sementara jumlah perguruan tinggi negeri kurang dari 5 persen.
"Kita menginginkan, pendidikan tinggi betul-betul menjadi ajang untuk menempa mentalitas, keterampilan dan keahlian, serta menghasilkan generasi penerus bangsa, yang berintegritas, beretos kerja dan berkepribadian yang berlandaskan gotong royong," katanya.
Dia memberi apresiasi kepada Muhammadiyah yang telah berperan besar dalam mencerdaskan bangsa. Menurutnya, kontribusi KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sangat besar dalam membangun mutu pendidikan Indonesia.
"Saya mengharapkan perguruan tinggi dapat berperan sebagai agen perubahan, menjadi pendorong perubahan pikiran, sikap, dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar," katanya.