Halte trans di Aceh dituding tidak ramah penyandang disabilitas
Banyak halte yang tidak ada jalur khusus bagi penyandang disabilitas.
Pemerintah Kota Banda Aceh sedang membangun halte Trans Kutaraja sebagai angkutan umum dalam kota. Halte yang sedang dibangun di seputaran jalan protokol itu dituding tidak ramah bagi penyandang disabilitas.
Semestinya sebagaimana amanah Undang-Undang Dasar 1945, UU RI Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, serta UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, telah mengamanahkan agar memberikan perhatian khusus untuk akses mobilitas kelompok marginal, seperti wanita hamil, anak, lansia dan disabilitas lainnya.
Forum Komunikasi Masyarakat Berkebutuhan Khusus Aceh (FKM-BKA), Edy Syahrial menjelaskan, melihat pekerjaan penyelesaian halte di koridor yang sedang dikerjakan, pihaknya merasa pesimistis. Desain dan konsep halte yang sedang dikerjakan belum dan tidak ramah bagi komunitas rentan.
Dia mencontohkan beberapa halte memiliki ramp yang tidak ramah disabilitas. Sehingga menyulitkan kelompok berkebutuhan khusus ini. Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.
"Harus ada penyesuaian kembali bentuk ramp pada halte-halte yang sedang dikerjakan, akan membuat kebijakan yang inklusif dan adil pada seluruh warga kota," kata Edy Syahrial di Banda Aceh, Jumat (10/2).
Dia juga mencontohkan halte yang terdapat di Peunanyong dan di Lamprit, dekat dengan salah satu hotel di kawasan itu. Kedua halte ini tidak menyediakan ramp, karena terletak di posisi pintu masuk bangunan lain baik dari kiri maupun kanan.
"Seharusnya lokasi kedua halte tersebut dapat dipertimbangkan dibuat di tempat lain, karena memang tidak layak dijadikan halte," tukasnya.
Kemudian dia memberikan contoh halte lainnya yang berada di depan Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh. Halte di lokasi ini desain ramp sangat curam. Semestinya kemiringan ramp dalam bangunan tidak boleh melebihi 70 derat, sedangkan di luar bangunan maksimum 60 derajat.
"Kemiringan ramp seperti itu sudah pasti tidak akan bisa dipakai oleh pengguna kursi roda. Selain itu juga tidak terdapat pegangan rambat di sekeliling permukaan ramp, berbahaya untuk anak dan lansia," imbuhnya.
Pihaknya berharap Pemerintah Kota Banda Aceh agar melakukan kebijakan-kebijakan yang realistis, lebih peka dan responsif terhadap kebutuhan warga kotanya. Kota Madani akan tercapai dengan kepedulian dan kebijakan yang dekat dengan masyarakat.
"Sedangkan bagi kelompok masyarakat lain, mereka akan lebih nyaman dengan angkutan pribadinya dengan berbagai alasan," imbuhnya.