Hamdan Zoelva bela Dahlan Iskan di persidangan
Hamdan Zoelva bela Dahlan Iskan di persidangan. Menurut Hamdan, pengelolaan BUMN dan BUMD aturan sudah jelas menyebut di mana posisi PWU karena sudah menyandang status sebagai PT maka tunduk terhadap undang-undang.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, hadir di persidangan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, Pengadilan Tipikor Surabaya. Kedatangannya sebagai saksi ahli dalam kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) di Kediri dan Tulungagung milik BUMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Di persidangan tersebut, Hamdan mengaku kalau pelepasan aset Pada itu tidak bermasalah. Karena sudah berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS). "Dari perspektif perseroan terbatas (PT), selesai tanggungjawabnya," terang Hamdan, Jumat (24/3).
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 itu, pengelolaan BUMN dan BUMD aturan sudah jelas menyebut di mana posisi PWU karena sudah menyandang status sebagai PT maka tunduk terhadap undang-undang.
"Itulah kenapa, direksi bertanggungjawab kepada RUPS. Seharusnya, kalau rapat sudah memutuskan tidak ada masalah, penegak hukum tidak perlu mencari-cari kesalahan. Sepanjang pelepasan aset sudah disetujui komisaris dan RUPS, maka pelepasan aset itu sah," jelasnya.
Dia juga mengungkap tata cara melakukan penjualan aset negara yang dipisahkan dalam pengelolaan BUMD. Dia lantas menyinggung Peraturan Menteri Dalam Negeri 3/1998. Dijelaskan kalau bentuk hukum BUMD ada dua macam. Yaitu perusahaan daerah (perusda) dan perseroan terbatas (PT). "Kalau perusahaannya berbentuk PT, jelas harus tunduk pada UU PT," imbuhnya.
Mengenai jaksa mempermasalahkan proses kelahiran PT PWU Jatim yang didasarkan pada Perda 5/1999. Jaksa menganggap aturan yang mengikat untuk PWU bukan UU PT.
"Jaksa salah kaprah dan tidak bisa menuding prosesnya melanggar Pasal Perda, karena PWU sudah berbadan hukum PT," ucap dia.
Pembentukan BUMN dan BUMD selalu berdasar keputusan negara. Untuk BUMD berdasar peraturan pemerintah, dan BUMD melalui perda. Ketika BUMD sudah berbentuk PT, maka tunduk pada UU PT. "Aturannya sudah sangat jelas. Lihat di undang-undang BUMN dan Permendagri 3 tahun 1998. Keputusan tertinggi di RUPS," tegasnya.
Hamdan juga sempat ditanya oleh tim kuasa hukum Dahlan soal business judgement rule. Dia menjawab dengan lugas kalau pola itu membuat direksi tidak bisa dipersalahkan meski perusahaan merugi. Asalkan, direksi sudah melakukan tindakan berdasar norma dan sesuai UU PT. Norma itu adalah, tidak melakukan dengan maksud kepentingan sendiri, tanpa hati-hati, tanpa loyalitas, dan ada kepentingan lain.
Kalau norma-norma itu sudah dilakukan oleh direksi, maka ketika perusahaan merugi, tidak bisa serta merta disebut kerugian negara. "Tindakan bisnis, bisa untung, bisa rugi," jelasnya.
Kuasa hukum Dahlan, Agus Dwiwarsono sempat bertanya dengan memberikan sebuah ilustrasi. Yakni, ada aset yang sudah ingin dijual tetapi belum terlaksana karena perusahaan masih ingin mencoba memanfaatkannya. Lantas, ada aturan yang menyatakan kalau tanah tersebut melanggar peraturan tata ruang.
Pemilik lalu meminta agar aset tersebut dijual. Lantaran sudah melewati masa RUPS, dibuatlah RUPS luar biasa. Dalam laporan pertanggungjawaban, RUPS menerima laporan penjualan aset itu dan tidak mempermasalahkan. Menurut Hamdan, jika RUPS sudah menerima laporan pertanggungjawaban itu, seharusnya sudah tidak ada masalah lagi. "Pertanggungjawaban tertinggi ada di RUPS," tuturnya.