IDAI: 131 Anak Terkena Gangguan Ginjal Akut Misterius
Data 131 anak terkena gangguan ginjal akut misterius tercatat pada periode Januari hingga Oktober dari 14 provinsi di Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat 131 kasus gangguan ginjal akut misterius yang tidak diketahui penyebabnya (unknown origin) atau Acute Kidney Injury (AKI) Progresif Atipikal pada periode Januari hingga Oktober dari 14 provinsi di Indonesia.
"Per 10 Oktober, yang masuk ke kami, tentu saja ini mungkin tidak representatif seluruh Indonesia, tetapi data yang melaporkan ke IDAI dan berhasil kami kumpulkan dari IDAI cabang itu ada kumulatif 131 kasus," kata Ketua Pengurus Pusat IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (11/10).
-
Siapa yang berperan penting dalam memilih dokter anak? Dalam menjaga kesehatan anak, salah satu keputusan penting yang perlu diambil oleh orangtua adalah memilih dokter anak yang tepat.
-
Mengapa memilih dokter anak yang tepat sangat penting? Dokter anak akan menjadi mitra dalam mengawasi pertumbuhan, mengatasi penyakit, dan memberikan nasihat yang berharga tentang kesehatan dan perkembangan anak.
-
Apa yang perlu diperhatikan saat memilih dokter anak? Memilih dokter anak yang tepat merupakan langkah penting dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan anak.
-
Kapan sebaiknya anak dibawa ke dokter? Jika demam pada anak disertai gejala berat, seperti kejang, lemas, sesak napas, atau nyeri perut parah, segera bawa anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
-
Kenapa menjaga kesehatan ginjal anak harus dilakukan sejak janin? Dari kasus tersebut, disebutkan jika menjaga kesehatan ginjal ternyata harus dimulai sejak janin bahkan belum berkembang di dalam rahim.
-
Siapa yang dapat membantu menangani masalah gigi gingsul pada anak? Berkonsultasi lah dengan dokter gigi anak untuk mendapatkan informasi dan saran terbaik mengenai perawatan dan perawatan gigi gingsul pada anak.
Keempat belas provinsi yang telah melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr. Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengatakan kasus gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) tersebut mulanya dilaporkan muncul hanya satu atau dua per bulan pada Januari hingga Juli. Namun kasus menjadi melonjak pada Agustus hingga September.
"Di Agustus itu kami catat ada 35 kasus. Kemudian di September meningkat menjadi 71 (kasus). Di Oktober ini, sampai tanggal 11 sembilan kasus," ujarnya.
IDAI menyatakan gangguan ginjal akut tersebut sebagai penyakit yang tidak diketahui penyebabnya (unknown origin) karena sesungguhnya kondisi gangguan ginjal akut umumnya memiliki sejumlah penyebab.
"Pada anak-anak ini (yang menderita gangguan ginjal akut misterius), kami tidak mendapatkan penyebab yang biasanya timbul pada anak-anak yang mengalami AKI,” katanya.
Piprim mengatakan awalnya IDAI menduga kasus tersebut terkait dengan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) karena Covid-19. Namun berdasarkan diskusi dan analisis, kasus yang ditemukan ternyata terdapat pula anak yang tidak positif Covid-19 sebelumnya.
Eka menambahkan, berdasarkan data-data yang dikumpulkan IDAI, sejauh ini pihaknya juga belum menemukan bahwa gangguan ginjal akut misterius ini terkait dengan obat-obatan tertentu seperti yang terjadi di Gambia, Afrika Barat.
"Sudah dicek mengenai peredaran obat-obat. Dan obat-obat yang diproduksi di India itu tidak beredar di Indonesia. Bahan baku obat Indonesia juga tidak ada yang berasal dari India. Tapi ini mungkin nanti akan lebih detail oleh Kemenkes karena mereka yang menginvestigasi," katanya.
IDAI memperkirakan angka kematian kasus gangguan ginjal akut misterius cukup tinggi. Akan tetapi, Eka menegaskan pihaknya tidak bisa memastikan persentasenya mengingat IDAI adalah organisasi profesi dan bukan lembaga resmi untuk mengumpulkan data di seluruh provinsi.
“Kami berusaha mengumpulkan data (dari IDAI cabang), tetapi sebetulnya data itu hanya sukarela. Kami tidak bisa memaksa juga kepada semua orang yang punya pasien (gangguan ginjal akut) untuk memasukkan data ini,” kata Eka.
Ia berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau setidaknya Dinas Kesehatan di masing-masing provinsi dapat memberikan data yang lebih akurat sehingga IDAI mengetahui seberapa besar masalah yang terjadi.
Di sisi lain, Eka mengatakan sejauh ini Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta juga telah banyak membantu untuk berbagai pemeriksaan terhadap penyebab gangguan ginjal akut misterius.
Sementara itu, Piprim menegaskan gangguan ginjal akut misterius ini merupakan masalah yang perlu terus didalami lebih lanjut. Ia pun mengimbau agar masyarakat tidak panik berlebihan dan tetap waspada apabila anak menunjukkan gejala. Demikian dilansir dari Antara.