Imparsial soal Sutiyoso jadi Kepala BIN: Ini kemunduran!
Sutiyoso dinilai tidak akan mampu mereformasi BIN terkait masalah HAM di Indonesia.
Direktur Program Imparsial Al-Araf menilai, pemilihan Letjen (Purn) Sutiyoso sebagai calon tunggal Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) oleh Presiden Jokowi adalah sebuah kemunduran di BIN itu sendiri. Pasalnya, kata dia, Sutiyoso yang merupakan tamatan Akmil 1968 tersebut dinilai tidak akan mampu mereformasi BIN terkait masalah HAM di Indonesia.
"Ini kemunduran. Pengganti yang sekarang kan Akmil 68. Bagaimana ini? Seharusnya cari angkatan yang lebih baru. BIN dituntut untuk adakan reformasi. Lihat, Internasional masih sorot Indonesia mengenai kasus Munir," ujar Al Araf di Kantor Imparsial, Jl Tebet Utara II, Jakarta Timur, Kamis (11/6).
"Dalam pemilihan ini bukan soal kompetensi saja tapi juga masalah HAM di masa lalu dan reformasi intelijen negara," imbuh dia.
Menurutnya, kemungkinan besar Sutiyoso tidak akan mampu melakukan perubahan-perubahan dalam tubuh BIN jika dilihat dari masa bhaktinya. Sebab, kata dia, Sutiyoso adalah warisan Orde Baru yang mana kecenderungan loyalitasnya lebih kepada pemerintah, bukan kepada negara.
"Situasi waktu itu kan intelijen lebih patuh kepada Soeharto daripada negara. Pak Sutiyoso ada dalam generasi tersebut," papar dia.
Di sisi lain, Al Araf menilai pemilihan Kepala BIN yang baru harus mampu menjadi mata dan telinga negara. Untuk analisis intelijen, tegas dia, harus mempertimbangkan segala aspek dan performa seorang Kepala BIN, bukan sekadar mengganti orang.
"Sayangnya, dengan diajukannya Sutiyoso syarat objektif diabaikan Presiden Jokowi," pungkas dia.