Indonesia merdeka 69 tahun, hidup veteran ini miskin
Berikut ini tiga kisah miris nasib veteran RI setelah 69 tahun Indonesia merdeka:
Pada 17 Agustus 2014 nanti, genap 69 tahun sudah umur republik ini. Sejak diproklamirkan sebagai negara merdeka pada 17 Agustus 1945, sampai sekarang Indonesia menikmati kemerdekaan, buah dari perjuangan keras para pahlawan, termasuk veteran perang RI.
Namun meski negeri diklaim sudah terbebas dari penjajahan kolonial, kemudian diikuti pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat sehingga jumlah orang kaya meningkat, ternyata jumlah orang miskin di negeri ini masih tinggi. Ironisnya, di antara orang-orang miskin itu, ada yang merupakan veteran perang RI.
Misalnya Rohadi, pejuang veteran kemerdekaan yang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Warga Trengguli III Nomor 21, Kelurahan Karangkidul, Kecamatan Semarang Tengah ini masih mengayuh becak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain kisah Rohadi, sebenarnya masih banyak cerita nasib veteran perang RI yang memprihatinkan. Berikut ini tiga kisah miris nasib veteran RI setelah 69 tahun Indonesia merdeka:
-
Kapan Enzy Storia merayakan HUT Kemerdekaan RI? Enzy Storia dan suaminya yang dicintai, Molen Kasestra, ternyata turut serta merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
-
Kapan Singapura merdeka? Singapore Independence Day was on the 9th of August 1965.
-
Kapan Ayu Ting Ting merayakan HUT Kemerdekaan RI? Hari ini seperti biasa setiap tahun, kami berkumpul dengan warga di dekat rumah untuk merayakan 17-an.
-
Kapan Malaysia merdeka? Negara monarki konstitusional ini baru memperoleh kemerdekaannya pada 31 Agustus 1957.
-
Apa saja yang dilakukan Nurah dan Rafly untuk merayakan HUT Kemerdekaan RI? Nurah Syahfirah dan Teuku Rafly turut meramaikan perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 dengan mengikuti berbagai lomba bersama tetangga di kompleks mereka. Keduanya serasi mengenakan pakaian merah putih dalam acara tersebut. Anak-anak Rafly dan Nurah turut serta dalam lomba tersebut.
-
Kapan Hari Lahir Pancasila diperingati? Hari Lahir Pancasila, yang diperingati setiap tanggal 1 Juni, adalah momen penting dalam sejarah Indonesia.
Mawardi, veteran perang miskin hidup di kontrakan
Setiap hujan turun, Mawardi (87) dan Saniah (52) sudah mengamankan barang-barang yang bisa rusak jika terkena air ke tempat lebih tinggi. Setiap hujan turun, rumah kontrakan yang disewa Mawardi selalu terendam banjir.
"Saya sudah 13 tahun tinggal di sini, setiap hujan deras airnya masuk, terutama dari belakang," kata Mawardi kepada merdeka.com (4/10/2013).
Rumah yang didiami Mawardi berukuran sekitar 4x6 meter--sebenarnya lebih mirip gubuk di sawah. Di tengahnya cuma ada satu kamar terbentuk dari sekat triplek. Hanya bagian depan rumah berdinding papan. Bagian lain ditutupi terpal, tapi tak rapat lagi sehingga banyak cahaya masuk dari celah-celah anyaman.
Rumah yang disebut warga sekitar sebagai gubuk itu disewa Mawardi Rp 150 ribu per bulan. Harga itu belum termasuk biaya listrik. Mawardi diakui negara sebagai veteran mulai 1981. Sejak itu dia mendapat sejumlah piagam penghargaan.
Di baju veteran yang dikenakannya terdapat Lencana Cikal Bakal Tentara Nasional Indonesia. Piagam untuk penghargaan itu ditandatangani presiden ketiga Indonesia BJ Habibie.
Berbagai penghargaan diperoleh Mawardi karena dia ikut berjuang semasa di Banyumas, Jawa Tengah. Saat diminta bercerita tentang perjuangan itu, pria renta ini begitu bersemangat.
"Jepang yang ajari aku berperang. Baris berbaris, pakai bambu runcing dan nyanyi lagu Jepang. Habis bom atom, Belanda masuk, baru kita gerilya. Belanda kuatnya siang, kita kuatnya malam, tapi waktu itu kita dibantu dengan ilmu sirep," katanya berkisah.
Meski ikut berjuang, Mawardi termasuk salah seorang veteran kemerdekaan yang kurang beruntung. Hingga hari tuanya dia belum memiliki rumah. "Dulu pernah ada yang bilang akan membantu, saya disuruh siapkan pengantar dan surat lain, untuk dapat rumah veteran. Setelah semua selesai, orangnya tidak datang lagi," ujarnya.
Gaji veteran sebesar Rp 1,2 juta per bulan yang diterima Mawardi hanya cukup untuk kebutuhan makan keluarga. Bahkan, dia terkadang terpaksa bekerja sebagai tukang rumput di Kompleks BTN Tanjung Gusta untuk mendapatkan uang tambahan.
Tidak punya uang, anak veteran ini mengemis untuk makan
Cerita lain dialami veteran BKR Laut, Letnan dua (Letda) Soegeng Setijoso dan istrinya Astusti, yang juga veteran Palang Merah Indonesia (PMI). Nasib keduanya bisa dibilang memprihatinkan. Dengan uang pensiun yang tak seberapa, keduanya menghidupi empat anak yang mengalami keterbelakangan mental.
Mendengar informasi ini, merdeka.com makin tergelitik untuk mencari tahu kehidupan sepasang veteran perang kemerdekaan tersebut. Setelah hampir seharian mencari informasi keberadaan keduanya, akhirnya diketahui kalau mereka tinggal di Jalan Kalibokor Kencana II/12, Surabaya, Jawa Timur.
Di sebuah gang sempit yang hanya cukup untuk dilalui dua kendaraan roda dua saja itu, keduanya tinggal. Sebelumnya, tak ada yang tahu kalau Soegeng dan Astuti adalah bekas pejuang kemerdekaan. Mereka hanya dikenal sepasang tua pemilik empat anak dengan keterbelakangan mental.
Sayangnya, saat ditemui Letda Soegeng sudah almarhum. Dia meninggal sejak enam tahun silam. Kini tinggal lah Astuti dengan empat anaknya. Dia hidup dari uang pensiunnya yang tak seberapa.
"Pak Soegengnya sudah meninggal enam tahun lalu. Sekarang ya tinggal istrinya sama satu orang anaknya. Dua anaknya lagi dititipkan di Liponsos, satunya lagi sudah meninggal saat berada di Liponsos," kata istri Ketua RW VII Kalibokor Kencana, Nur.
Diceritakan Nur dan beberapa warga setempat, dulu sebelum Soegeng dan Astuti diketahui sebagai mantan pejuang kemerdekaan, mereka tinggal di gubuk reot. Baru dua tahun lalu, tepatnya pada 2011, rahasia mereka sebagai veteran perang terbongkar. Saat itu, Soegeng sudah wafat.
"Mereka hidup susah. Bahkan, untuk makan saja susah. Pernah suatu ketika, mereka sudah tidak punya uang untuk makan. Empat anaknya berada di depan rumah sambil membawa rantang plastik meminta makan kepada setiap orang yang lewat," kata Nur bercerita.
Kejadian yang tak pernah terjadi saat mendiang Letda Soegeng masih hidup itu, makin membuat warga sekitar bertanya-tanya. Bahkan, kondisi rumah milik veteran perang itupun tampak kumuh. Kotor dan bau yang sangat menyengat hidung tetangga kanan kiri, juga bagi siapa saja yang lewat di depan rumah.
Ketua RW yang diminta untuk mengecek kondisi dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah itu, akhirnya menuruti permintaan warganya. "Sekarang, sudah bersih. Dulu, jangankan mau masuk rumah, lewat di depan rumahnya saja, nggak kuat. Baunya minta ampun. Mulai bau kotoran sampai bau kencing. Pokonya pingin muntah kalau mau lewat di depan rumahnya," terang warga sekitar.
"Ya bagaimana tidak bau, wong ketika saya masuk rumahnya itu, waduh, sampah bekas bungkus makanan sudah penuh satu rumah. Mereka kencing di situ, buang air besar juga di situ, bahkan dioles-oleskan ke dinding juga. Tidak pernah mandi juga. Ya mau gimana lagi, wong mentalnya kayak begitu. Ibunya juga sudah tua," sahut Nur.
Mengetahui kondisi yang amat parah itu, Nur meminta bantuan kelurahan dan pihak kecamatan, yang akhirnya ikut datang ke gubuk almarhum Soegeng dan Astuti. Bahkan, para perangkat kampung juga membawa dokter dari puskesmas setempat untuk memeriksa kondisi kesehatan seisi rumah.
Rohadi, pejuang kemerdekaan kini jadi tukang becak
Tepat pada 17 Agustus 2014 nanti, bangsa Indonesia genap berusia 69 tahun. Namun, bagi Rohadi perayaan HUT RI ke-69 tak ubahnya seperti hari-hari biasa. Disaat warga lain merayakan HUT RI dengan suka cita, lelaki tua tersebut harus pontang-panting mengayuh becak demi mengais rezeki.
Rohadi, merupakan salah satu pejuang veteran kemerdekaan yang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Bagi warga Trengguli III No 21, Kelurahan Karangkidul Kecamatan Semarang Tengah ini, memaknai hari kemerdekaan Indonesia cukup dengan mengenang masa-masa perjuangan dulu. Dia adalah salah satu tentara Dwikora pada masa pergolakan kemerdekaan tahun 1962 silam.
"Dulu saya ikut mempertahankan Kepulauan Tanjung Pinang di Sumatera saat Indonesia bersengketa dengan Malaysia," ujar pria berusia 71 tahun tersebut, Jumat (15/8).
Setelah masa perjuangan kemerdekaan usai, roda nasib Rohadi berbalik 180 derajat. 38 tahun berselang, dia kini harus menyambung hidup menjadi tukang becak. Dia mengaku, saat ini masih banyak rekan seperjuangannya yang bernasib sama. Bantuan dari pemerintah, juga tak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya.
Rohadi berharap, pemerintah lebih memperhatikan nasib pejuang veteran agar bisa hidup lebih layak. Sebab, untuk sekarang penghasilannya sebagai pengayuh becak tak menentu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Veteran Gedung Juang 45 Semarang, Suhartono. Menurut dia, banyak rekan seperjuangannya yang hidupnya sengsara dan miskin. Dari 1000 pejuang kemerdekaan di Kota Semarang, kini hanya tersisa 600 orang masih hidup.
"Dan mayoritas hidupnya susah. Banyak menjadi tukang parkir, tukang becak sampai hidupnya terkatung-katung," keluhnya.
Setiap eks pejuang, saat ini hanya mendapatkan tunjangan veteran yang diberikan pemerintah sekitar Rp 1,4 juta, tunjangan kehormatan Rp 250 ribu per bulan.
"Jumlah itu sangat tidak sepadan dengan upaya kita mempertaruhkan nyawa pada masa kemerdekaan. Bangsa kita kurang memperhatikan jasa perjuangan masa lampau. Kenapa tunjangan kehormatan hanya Rp 250 ribu saja? Padahal negara kita kaya," urainya.
Dia juga menyayangkan sikap generasi muda sekarang dalam memaknai HUT RI. Bila dulu masih terdengar riuh suara warga menyemarakkan HUT RI, namun kini semangat kaum muda semakin luntur.
"Kami harap, pemerintahan baru nanti harus bisa mengelola negara dengan jujur, bermartabat," ungkapnya.
Punya sosok merdeka versi kamu? Kirim ke sosok.merdeka.com
(mdk/mtf)