Ingin keluar dari jerat maksiat, gadis Spa minta tolong Bupati Dedi
Ingin keluar dari jerat maksiat, gadis Spa minta tolong Bupati Dedi. Awalnya dia dijanjikan gaji Rp 3 juta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun kenyataannya justru dia dipekerjakan sebagai therapist. Dia minta advokasi Bupati Dedi karena terjerat aturan kontrak kerja dan denda RP 20 juta jika keluar.
EK (16) warga Desa Cibogo Girang RT 01/01, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta tergiur iming-iming gaji Rp 3 Juta per bulan untuk bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga di Kota Bandung Jawa Barat.
Dia dan lima temannya dibawa Aan (47) dan mengikuti pelatihan selama dua minggu dan dijanjikan segera ditempatkan sebagai Asisten Rumah Tangga di kawasan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat tersebut.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi akan mencari pasangan untuk Pilgub Jabar? "Pak Airlangga berpesan ke saya, jangan terlalu jauh kalau main dari luar rumah, jangan melewati Jawa Barat, harus berada di wilayah Jawa Barat. Kemudian nanti cari pasangan di Golkar yang sesuai dengan kriteria sebagai calon istri (wakil) yang baik," kata dia.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi merawat Sapi Bargola? Dirawat dengan Rasa Melalui pengelolaan di Peternakan Lembur Pakuan, Dedi memberikan contoh bagaimana mengelola peternakan yang baik, pertanian organik sampai pada membangun sektor perikanan yang baik di pedesaan.
-
Siapa Mbak Dewi? Atha Dewi Prihantini (38) jadi salah satu pelestari adrem yang belakangan mulai terangkat ke permukaan.
-
Mengapa Dedi Mulyadi akan meminta restu Prabowo untuk maju di Pilgub Jabar? Sebagai calon, Dedi mengaku akan meminta restu persetujuan dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk bertarung pada Pilkada Jabar.
-
Siapa Naja Dewi? Berikut adalah gambar Naja Dewi Maulana, anak tunggal Armand Maulana dan Dewi Gita.
-
Siapa Ipda Febryanti Mulyadi? Nama Ipda Febryanti Mulyadi sedang menjadi sorotan publik, setelah kehadirannya viral lewat sejumlah video di TikTok yang tayang ribuan kali. Wanita berhijab ini, salah satu polwan termuda lulusan Akademi Kepolisian (Akpol), telah menorehkan prestasi gemilang sebagai Kepala Unit Kejahatan & Tindak Kekerasan (Kanit Jatanras) di Polres Klaten.
Ternyata itu hanya janji manis. Dia dan temannya malah dipekerjakan sebagai therapist di sebuah Salon & Spa yang terletak di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bandung. Salon & Spa itu dilaunching 23 Januari 2017, EK dan lima orang lainnya diketahui mulai bekerja sejak 3 Januari 2017.
"Kadang tamunya itu ngajak keluar, minta ini itu, istilahnya plus-plus, tapi selalu saya tolak secara halus," ungkap EK saat di saat ditemui di Purwakarta Rabu (29/3).
Gaji sebesar Rp 3 Juta pun tidak pernah EK terima. Sistem penggajian yang berlaku di Salon & Spa tersebut ternyata dihitung berdasarkan jumlah tamu yang menikmati jasa therapi pijat dan lulur yang dilakukan oleh masing-masing therapist.
"Januari itu cuma dapat Rp 600.000, bulan Februari dapat Rp 1,6 Juta tapi saya hanya menerima Rp 860.000 saja karena dipotong untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di sana, umur saya pun ditulis menjadi 19 Tahun dan beralamat di Kota Bandung. Ada potongan rutin juga untuk biaya mess dan tabungan sampai habis batas kontrak," katanya.
Seluruh therapist yang bekerja di Salon & Spa tersebut diketahui berganti nama, EK misalnya berganti nama berganti nama menjadi Rara. Lima orang teman EK, S berganti nama menjadi Bela, Y berganti nama menjadi Annisa, I berganti nama menjadi Lusi, I berganti nama menjadi Novi. Sementara W diubah namanya menjadi Nova.
Merasa tidak betah bekerja, EK kemudian menelepon Ibunya, Eutik (46). Mendengar cerita EK, Eutik kaget dan khawatir akan pekerjaan yang tengah dijalani anaknya. Apalagi tenaga anaknya diperas dengan bekerja dari Jam 11.00 WIB sampai Jam 01.00 WIB dini hari hanya untuk melayani jasa pijat dan lulur para pelanggan di Salon & Spa.
Tak ingin keresahan anaknya berlarut-larut, Eutik kemudian mendesak Aan untuk segera memulangkan EK ke Plered Purwakarta. Karena terikat perjanjian dalam kontrak, Aan terpaksa berbohong kepada pihak Salon & Spa bahwa orang tua EK sedang sakit keras dan harus dijenguk sesegera mungkin.
"Diberikan izinnya tiga hari sampai hari Kamis besok, tapi kalau sudah ada di rumah begini saya tidak akan mengizinkan anak saya kembali ke tempat itu. Karena pekerjaannya bertentangan dengan nilai Agama," jelas Eutik.
Kekhawatiran lain menyelimuti Eutik dan keluarganya. Pasalnya, dalam salah satu klausul perjanjian kontrak kerja disebutkan bahwa EK harus membayar ganti rugi sebesar Rp 20 Juta jika tidak menyelesaikan kontrak kerja yang sebelumnya sudah ditandatangani olehnya saat mulai bekerja.
Eutik dan EK akhirnya menemui Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi untuk meminta advokasi dan bantuan. Dedi akan mempelajari klausul per klausul dalam kontrak kerja yang dimaksud. Apalagi EK belum genap berusia 17 Tahun dan seharusnya belum berhak menandatangani sebuah perjanjian kerja.
"Harusnya wali atau kuasanya yang menandatangani itu karena dia kan belum genap 17 Tahun. Tadi juga sempat dia sampaikan sudah mendapatkan KTP disana, saya lihat masih KTP Konvensional. Untuk mengawal kasus ini, saya akan bertindak sebagai Kuasa EK" kata Dedi.
EK akan didampingi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk melaporkan Aan, wanita yang sebelumnya mengimingi pekerjaan tersebut kepada Polda Jawa Barat.
Baca juga:
Pemilik spa di Bali incar gadis desa buat jadi terapis esek-esek
Polda Metro bongkar sindikat pornografi anak dibawah umur lewat FB
Tawarkan layanan 'kuda lumping', tempat spa di Bali digerebek
Bongkar praktik prostitusi online, polisi amankan mahasiswi jadi PSK
Polisi bekuk pasangan muncikari incar pelajar & anak putus sekolah
Di Pekanbaru, ABG dijual remaja 17 tahun buat 'layani' tamu hotel