Ini alasan kenapa Pendopo Kota Bandung menghadap ke utara
"Hampir semua tata ruang kerajaan, kadipaten atau pendopo yang ada di Jawa dan Sunda seperti itu," kata Nurdin.
Jika memerhatikan pusat-pusat kota di Jawa Barat atau Jawa umumnya, ada kesamaan tata ruang yang khas. Pusat kota selalu dicirikan dengan adanya pendopo atau keraton, lalu ada masjid agung, alun-alun, di samping masjid ada jalan bernama kaum atau dalem kaum dan di samping lainnya terdapat sebuah pasar dan penjara.
Tata letak tersebut terdapat di sejumlah kota di Jawa Barat seperti Cirebon, Sumedang, termasuk di Bandung. Di pusat Kota Bandung, pendopo kota berdiri menghadap ke utara. Tepat di depan pendopo terdapat Jalan Dalem Kaum. Sedangkan di seberang jalan tersebut terdapat alun-alun yang menjadi halaman Masjid Agung.
Beberapa pohon beringin berdiri di sekitar alun-alun. Sedangkan sebelah kiri Masjid Agung terdapat penjara Banceuy yang kini tinggal sisa-sisanya saja. Tak jauh dari masjid juga terdapat Pasar Baru, pasar tertua di Bandung.
Pemerhati budaya Nurdin M Noer mengatakan, tata ruang tersebut sudah umum dibangun di pusat-pusat kota di Jawa, sesuai dengan tata ruang tradisional yang dianut masyarakat Jawa dan Sunda. "Hampir semua tata ruang kerajaan, kadipaten atau pendopo yang ada di Jawa dan Sunda seperti itu," katanya, saat berbincang dengan Merdeka Bandung, Senin (9/11).
Masing-masing ruang tersebut, kata dia, memiliki tafsiran tersendiri. Misalnya pendopo, kata dia, selalu menghadap ke utara. Contohnya keraton-keraton yang ada di Jawa seperti Surakarta, Mangkunegara, hingga Keraton Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon selalu menghadap utara.
Menurut tradisi, kata dia, utara dianggap sebagai medan magnet yang mampu memberikan daya tarik tersendiri. "Di utara ada medan magnet yang memiliki kekuatan tersendiri agar keraton atau pemerintahan tetap berdiri," terang wartawan senior desk budaya ini.
Lalu, sambung dia, Masjid Agung sebagai pusat hubungan manusia dengan pencipta. Sedangkan di depan masjid ada alun-alun simbol berkumpulnya rakyat. Alun-alun, kata dia, sebenarnya ruang bagi rakyat untuk berkumpul dan melakukan penuntutan raja atau pemerintah. Dalam tradisi Jawa ada istilah hak pepe yang berarti hak berjemur diri.
"Jadi di masa lalu kalau rakyat tidak puas dengan adipati atau dengan raja mereka akan menuntut berkumpul di alun-alun, menuntut hak-haknya sampai raja mengeluarkan keputusan," ujarnya menegaskan.
Sedangkan pasar merupakan ruang ekonomi bagi rakyat. Lalu ada penjara sebagai ruang untuk orang-orang yang bersalah atau melanggar hukum. Di Cirebon, kata dia, komplek keraton, masjid agung, penanaman pohon beringin, pasar dan penjara dilakukan dalam waktu bersamaan antara 1901-1906.