Jaksa Agung jamin penundaan tuntutan Ahok bukan karena politik
Jaksa Agung jamin penundaan tuntutan Ahok bukan karena politik. Jaksa Agung M Prasetyo memastikan tidak ada tekanan politik dan intervensi dari pihak tertentu yang membuat pembacaan tuntutan Ahok ditunda. Penundaan itu dikarenakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum selesai menyelesaikan naskah tuntutan.
Sidang tuntutan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan agenda pembacaan tuntutan terpaksa harus ditunda hingga tanggal 20 April 2017. Penundaan sidang tuntutan ini menuai polemik.
Jaksa Agung M Prasetyo memastikan tidak ada tekanan politik dan intervensi dari pihak tertentu yang membuat pembacaan tuntutan Ahok ditunda. Penundaan itu dikarenakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum selesai menyelesaikan naskah tuntutan.
"Rasanya permohonan penundaan oleh jaksa penuntut umum tidak ada masalah lain, tekanan, intimidasi, masalah politis, atau apapun, selain semata karena masalah teknis dan yuridis," kata Prasetyo dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/4).
Prasetyo membantah, ditundanya sidang tuntutan kasus Ahok karena adanya rekomendasi dari Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Iriawan. Meski begitu, dia tidak membantah rekomendasi ini menjadi pertimbangan karena terkait pengamanan.
"Bahwa adanya surat dari Kapolda Metro Jaya berisi saran dan imbauan terkait pertimbangan keamanan. Hal tersebut bukan alasan yuridis serta tidak dapat menjadi dasar atau pertimbangan hukum untuk memutuskan dikabulkan atau tidaknya penundaan sidang penjadwalan ulang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)," tegasnya.
Mantan politisi Partai NasDem ini mengakui proses hukum kasus penistaan agama yang menyeret Ahok memang menimbulkan dinamika yang sulit terkendali di masyarakat. Dinamika itu timbul karena berbagai pro kontra dan sikap saling dukung dari pihak yang berhadapan.
"Perkara ini telah menciptakan dinamika di masyarakat yang sering nyaris tidak terkendali sehingga perlu di manage dan ditangani dengan penuh kearifan agar tidak semakin berkembang ke arah yang tidak diharapkan yang tidak mustahil dapat mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa kita," tuturnya.
Oleh karena itu, Prasetyo berharap, JPU dan hakim harus menganalisis berbagai realitas dan kebenaran fakta yang ditemukan di persidangan dengan objektif, cermat dan teliti.
"Semua harus dinilai objektif, profesional dan proporsional, tidak boleh bergeser apalgi berbeda dan bertolak belakang dengan apa yang ada. Semua fakta, bukti dan keterangan dr semua pihak yang memberikan keterangan di persidangan harus dianalisa dan dinialai secara cermat, benar dan tidak keliru," tutupnya.