Jaksa Agung masih mempelajari audit BPK soal Kemenkeu
Prasetyo mengatakan, Kejagung saat ini masih menelaah temuan BPK itu.
Kejaksaan Agung siap mengambil sikap terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan adanya dugaan pemborosan oleh Kementerian Keuangan pada tahun anggaran 2013-2014. Jika memang ditemukan adanya tindak pidana korupsi, Kejagung bakal mengambil sikap.
"Kalau memang ditemukan adanya unsur kesengajaan, penyimpangan, korupsi (dalam penganggaran tersebut), tentunya kita mengambil sikap," ucap Jaksa Agung HM Prasetyo di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/6).
Prasetyo mengatakan, Kejagung saat ini masih menelaah temuan BPK itu. Kejagung perlu mencermati agar tidak salah dalam mengambil langkah nantinya.
"Mungkin hanya masalah administrasi atau hal lain. Apalagi sekarang ada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," jelas Prasetyo.
BPK juga memberikan waktu kepada Kejagung untuk menelaah perbaikan-perbaikan yang mungkin diperlukan dalam waktu 60 hari.
Terpisah, Direktur Eksekutif Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengemukakan sejumlah Modus penyimpangan di Kementerian Keuangan. Ia mengatakan, pihaknya mencermati hasil pemeriksaan BPK pada belanja barang dan modal di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Direktorat Jenderal Perbendaraan di Tahun Anggaran 2013-2016.
Di situlah ditemukan sejumlah kejanggalan yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan program-program di internal kementerian tersebut.
Pertama, kata dia, kementerian ini setiap tahun melakukan pengadaan penyedia jasa satuan pengamanan (Satpam) dengan Outsourcing di lingkungan kantor pusat Kementerian Keuangan. Dimana selama tiga tahun terakhir, pemenang lelang pengadaan satpam ini selalu perusahaan yang sama, yakni PT. Delta Tekno Perkasa.
"Kalau melihat gambaran tersebut, lelang ini hanya sebuah proses sandiwara. Bukan kompetisi untuk memilih produk yang bagus dan murah agar tidak merugikan keuangan negara. Diduga lelang ini agar bisa dapat rente dan sangat menguntungkan pihak-pihak di Kementerian Keuangan," ungkap Ucok.
Hal lain yang juga ditemukan yakni ditemukannya UPS (Uninterruptible Power Suply) senilai Rp. 9.330.662.991 dalam buku catatan BMN (Barang Milik Negara). Padahal, kata dia, ketika dicek di lapangan, barang tersebut tidak ditemukan fisiknya.
"Modus ketiga adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) melakukan pengadaan jasa pengadaan dan penjilidan Dokumen keperluan kantor periode Januari sampai Desember 2014 dilaksanakan oleh CV Reza Karya dengan nilai kontrak sebesar Rp. 600.325.000," papar Ucok.
Dari sejumlah gambaran tersebut, lanjut Ucok, pihaknya meminta aparat hukum untuk segera turun tangan membongkar realisasi keuangan di Kementerian Keuangan.
"Untuk itu segera panggil saja Kementerian Keuangan untuk diperiksa sebagai salah satu yang bertanggung jawab mengelola keuangan," tegasnya.