Jalan berliku korban Lapindo tagih ganti rugi Rp 1,5 triliun
"Kalau menagih PT Lapindo, masyarakat sudah males, hanya janji-janji saja," kata Mursyid.
Kuasa hukum korban lumpur Lapindo, Mursyid mengatakan sudah menjadi tanggung jawab negara agar pemerintah mengambil alih pembayaran yang belum dilunasi PT. Lapindo Brantas. Menurutnya, investasi tambang di daerah keuntungan mengalir ke pusat dan daerah mendapatkan sekitar enam persen.
"Kami meminta sisa pembayaran ganti rugi PT Lapindo Brantas sebesar Rp 1,5 triliun menjadi tanggungan pemerintah melalui APBN. Maka Pasal 9 UU APBN itu perlu memasukkan wilayah yang selama ini menjadi tanggung jawab PT Lapindo ditanggung negara," kata Mursyid di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/11).
Ada alasan korban Lapindo tidak menuntut perusahaan keluarga Bakrie itu. Mursyid mengatakan, para korban tidak mungkin lagi menuntut Lapindo dengan pidana. Karena Lapindo akan menyerahkan sertifikat tanah para korban tanpa membayar ganti rugi.
"Saat pembayaran di awal sertifikat dipegang PT Lapindo sebagai jaminan. Kalau nuntut mereka, maka mudah saja mengembalikan sertifikat dan tidak mau bayar. Sedangkan aturan Peraturan Presiden akan hal itu sifatnya jual beli. Sementara tanah warga sudah tenggelam oleh lumpur," papar Muryid.
Dengan gugatan ke MK ini, Mursyid mengungkapkan, korban mengharapkan pemerintah bisa membayar sisa ganti rugi yang seharunya menjadi tanggung jawab PT Lapindo. Dengan gugatan itu terlihat PT Lapindo diuntungkan.
"Banyak yang bilang kok korban Lapindo enak sekali minta diganti pemerintah. Bila diganti pemerintah tanah itu bisa menjadi milik negara. Kalau menagih PT Lapindo, masyarakat sudah males, hanya janji-janji saja," papar Mursyid.
Mursid mengungkapkan, sejauh ini Lapindo telah melakukan pembayaran ganti rugi sebesar Rp 3 triliun kepada warga dalam wilayah peta area terdampak (PAT). Luas wilayahnya mencapai 800 hektare. Sisa ganti rugi yang belum dibayar PT. Lapindo sebesar Rp 1,5 triliun.
Sebagai informasi, dalam penanganan lumpur Lapindo pemerintah menggunakan dua pola penanganan. Untuk yang masuk area PAT menjadi tanggung jawab PT. Lapindo Brantas untuk ganti rugi tanah dan bangunan. Sedangkan di luar PAT menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Hari ini Mahkamah menggelar sidang pendahuluan untuk membahas hal itu, khususnya pengujian terhadap Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU No 19 Tahun 2012 tentang APBN. Mahkamah tadi pagi baru selesai mendengarkan keterangan saksi dari Pemohon dan Pemerintah hari ini.
Pemohon minta kepada MK agar menyatakan Pasal 9 UU APBN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak memasukkan wilayah PAT yang terdiri dari Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang, dan Renokenongo serta memerintahkan kepada Negara, Pemerintah, dan DPR untuk memasukkan wilayah tersebut dalam UU APBN/APBN-P tahun berikutnya sebagai pertanggungjawaban Negara/Pemerintah.