Jelang peringatan 10 tahun tsunami, museum tsunami disolek
Komponen yang terus diperbaiki adalah sebuah ruangan berukuran 4 x 4 berbentuk sumur yang diberi nama Ruang Sumur Do’a.
Menjelang peringatan 10 tahun tragedi musibah gempa dan gelombang tsunami di Aceh. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh tengah merehab dan memperbaiki Museum Tsunami. Museum Tsunami ini merupakan sebuah gedung merefleksikan betapa dahsyatnya gempa dan gelombang tsunami yang pernah terjadi di Aceh.
Tanggal 24 Desember 2004 menjadi hari bersejarah bagi Aceh, karena musibah gempa dan gelombang tsunami yang telah menghancurkan bangunan dan ratusan ribu nyawa melayang. Bagi sanak famili ingin mengenangnya, banyak mendatangi Museum Tsunami. Maupun wisatawan lokal dan mancanegara takjub melihat kontruksi museum itu.
Pantaun merdeka.com di museum tsunami, pekerja tengah memperbaiki setiap sudut gedung yang mengalami kerusakan. Dan juga mengecat seluruh gedung itu yang luasnya 2.500 m2 dengan memiliki 4 lantai.
Komponen yang terus diperbaiki adalah sebuah ruangan berukuran 4 x 4 berbentuk sumur yang diberi nama Ruang Sumur Do’a. Dalam ruang itu ada 4000 nama korban tsunami yang terpasang. Saat ini pekerja terus melakukan perbaikan dan penambahan nama korban tsunami.
Ruang Sumur Do’a itu memiliki ketinggian 30 meter menjulang ke atas. Ketinggian itu sebagai simbol tinggi gelombang tsunami di Aceh 10 tahun lalu, yaitu setinggi 30 meter yang telah meluluhlantakkan Aceh saat itu.
"Ruang ini sedang diperbaiki, sebelumnya hanya 2500 nama korban tsunami, sekarang ditambah 1500 nama lagi. Nama-nama itu tidak semuanya, siapa yang melaporkan saja oleh keluarganya," jelas seorang pemandu, Muntasir, Senin (8/12) di Banda Aceh.
Biasanya, kata Muntasir, Ruang Sumur Do’a itu dijadikan bagi pengunjung untuk berdoa dan mengenang sanak familinya yang telah menjadi korban tsunami 10 tahun silam. Sesampainya dalam ruang itu, sembari menadahkan tangan ke atas, pengunjung berdoa sambil menatap ukiran nama Allah di puncak Ruang Sumur Do’a ini.
"Diperkirakan sebelum puncak peringatan 10 tahun tsunami, semua sudah selesai, pengerjaan ini sudah dilakukan sejak sebulan terakhir," jelasnya.
Saat pengunjung akan memasuki lorong yang hanya diterangi cahaya dari luar, persis dari ketinggian 40 meter. Jerit ketakutan mulai muncul saat air mengucur deras di tembok kanan dan kiri lorong. Sesekali, air itu memercik ke kepala dan tubuh para pengunjung.
Tidak ada pencahayaan di lorong itu. Sesampai dalam ruang itu, semua pengunjung terkesima dan terdiam sejenak. Karena memang suasana mencekam seperti tengah terjadi kepanikan saat Aceh dilanda gelombang tsunami.
Lantunan ayat Al Qur'an menggema jelas. Suaranya memenuhi lorong gelap, masuk jauh ke dalam sanubari. Para pengunjung biasanya mempercepat langkah ingin segera hengkang dari lorong yang membuat bulu kuduk berdiri itu. Tapi lorong ini berbentuk sedikit melingkar, sehingga ujungnya tak tampak.
Setelah berjalan sekitar 20 meter, di ujung lorong wisatawan dihadapkan pada Memorial Hall. Isinya adalah dokumentasi dalam bentuk elektronik. Tinggal berdiri saja, maka slide foto akan bergerak secara otomatis di 26 monitor. Jumlah tersebut merujuk pada tanggal terjadinya tsunami yakni 26 Desember.
Kemudian melintas dari itu, bertemu dengan Ruang Sumur Do’a yang sedang diperbaiki. Lalu Anda memasuki lorong kebingungan. Lorong kebingungan ini merefleksikan saat terjadi tsunami terjadi kepanikan. Saat berjalan di lorong itu kita harus berputar dan lantai lorong itu dibuat sedikit miring.
Kemudian langsung memasuki ruangan yang menampilkan beragam foto dan juga barang-barang bekas yang diletakkan. Barang-barang peninggalan pasca tsunami itu seperti motor yang sudah remuk dan juga denah dan lukisan mengingatkan kita begitu dahsyat gelombang tsunami di Aceh.