JK Sebut Pemerintah Bisa Jatuh bila Anggaran Pendidikan Tidak Capai 20%, Ini Alasannya
Jusuf Kalla (JK) tidak setuju rencana pemangkasan anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20%
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) tidak setuju rencana pemangkasan anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, Pemerintah bisa jatuh bila tidak menjalankan amanat Undang-Undang dan konstitusi.
"Karena kalau tidak mencapai 20% Pemerintah bisa jatuh. Kenapa? Karena angka itu ada di konsitusi, kalau ada di UU saja dia bisa diatur-atur," kata JK dalam sambutannya di acara launching bukum bertajuk "Menegakkan Amanat Konstitusi Pendidikan," di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10).
- Dibanding Naikkan PPN 12 Persen, Pemerintah Lebih Baik Kejar Pajak Orang Kaya Nilainya Rp81 Triliun
- Menkeu Ingin Kaji Dana Pendidikan 20% dari APBN, DPR: Banyak Anak Enggak Bisa Sekolah Karena Biaya
- Jokowi Resmikan Bangunan Sarana & Prasarana Pendidikan Kalteng Habiskan Anggaran Rp84,2 M
- JK Soal Rencana Hak Angket Kecurangan Pemilu: Jalani Saja, Tergugat Tidak Usah Khawatir
JK menjelaskan, hanya sedikit negara di dunia yang menetapkan anggaran wajib untuk pendidikan dalam konstitusi. Ketiga negara itu ialah Indonesia, Taiwan dan Brazil.
"Hanya tiga negara di dunia yang angka (pendidikan) ditetapkan dalam anggaran dasarnya gajya Indonesia, Taiwan dan Brazil. Hanya itu tiga negara yang ada angka tentang pendidikan di UUD," terang JK.
"Sekarang tentu bagaimana melaksanakan itu semua dengan sebaik-baiknya? Tentu kebersamaan kita, pengoleksian kita dan detilnya," sambung JK.
Apalagi, lanjut JK, anggaran 20% itu tak akan cukup bila semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan masuk ke dalam komponen mandatory spending.
"Memang ada kecenderungan dalam pandangan yang susah, semua yang ada aspek pendidikan, masuknya entah 20% gitu. Tak mencukupi," kata JK.
Usulan Menkeu
Pada Rabu (4/9), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI mengusulkan agar anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang.
Sebab, dia menilai belanja wajib 20 persen seharusnya dialokasikan dari pendapatan negara, bukan belanja negara, mengingat belanja negara cenderung tidak pasti.
"Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, dimana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan. Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu," kata Sri Mulyani.