Jokowi Minta Kepala BPOM Kontrol Harga Obat di RI
Taruna menyebut, harga obat yang beredar di RI 400 persen lebih tinggi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kepala BPOM Taruna Ikrar menekan harga obat di Indonesia yang ratusan kali lipat lebih mahal dibanding negara lain. Taruna menyebut, harga obat yang beredar di RI 400 persen lebih tinggi.
"Hubungannya dengan harga obat yang mahal. Dalam laporan yang Bapak Presiden terima, dibandingkan dengan harga obat yang beredar di negeri kita, bisa sampai dengan 400 persen lebih tinggi," kata Ikrar di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/8).
- Terungkap, Ternyata Ini Biang Kerok Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal 400% dari Negara Lain
- FOTO: Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal 5 Kali Lipat dari Malaysia, Ternyata Ini Penyebabnya
- Cak Imin: Dokter Kita Masih Kurang Banyak, Mereka yang Tahu Dosis Obat
- Jokowi: Harga Beras Turun Saya Dimarahi Petani, Kalau Naik Dimarahi Ibu-ibu
Kepala negara meminta Ikrar menekan harga obat agar sama dengan di negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura.
"Oleh karena itu, beliau menginstruksikan bagaimana harga obat ini bisa dikontrol, setidaknya bisa mirip-mirip dengan harga (obat) generik atau mirip dengan harga obat di negara tetangga misal di Malaysia, Filipina, atau Singapura," tutur Ikrar.
Mengenai ini, Ikrar berujar, bahwa BPOM tidak bisa bekerja sendiri. BPOM akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan lintas sektor.
"Tentu tentang instruksi pertama ini kita akan berupaya menjalankan dengan lintas sektor," tukasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Istana Negara Jakarta, Senin (19/8). Setelah dilantik, dokter sekaligus ilmuwan ini memaparkan proses penunjukannya hingga agenda perbaikan pada lembaga yang dipimpinnya.
Taruna mengaku ada proses panjang yang dijalankan hingga akhirnya dilantik Presiden Jokowi. Dia menyebut, sejak Maret sudah ada serangkaian tes dan evaluasi yang dilakukan terhadap dirinya, termasuk mendapatkan rekomendasi dari presiden terpilih, Prabowo Subianto.
"Sejak bulan Maret, setelah proses tersebut berjalan, kan ada banyak evaluasi untuk posisi semacam fit and proper test. Itu atas rekomendasi presiden terpilih sebetulnya, Bapak Prabowo. Kemudian kebetulan Badan POM kan lagi kosong. Untuk selanjutnya, Bapak Menteri Kesehatan juga memproses hal tersebut. Dan akhirnya semalam, pada interview terakhir, diputuskanlah dan pada akhirnya juga terima kasih banyak kepada Bapak Presiden Jokowi yang telah mengangkat dan melantik," kata Taruna kepada media di Jakarta, seperti dikutip Selasa (20/8).
Taruna menjelaskan, jabatan diembannya tidak akan mengikut masa jabatan presiden yang akan berakhir pada Oktober 2024. Sebab amanahnya adalah seorang kepala badan bukan menteri atau wakil menteri. Pelantikannya dilakukan terpisah oleh Presiden Jokowi.
"Kenapa tadi pelantikannya terpisah? Karena ini (yang dilantik) tidak mengikuti jadwal fase. Jadi bukan dua bulan masa jabatan kami. Karena ini bukan kementerian, badan. Kita patuh sesuai sumpah jabatan tadi," jelas Taruna.
Meski tak mengikuti masa jabatan Presiden Jokowi, Taruna mengaku bukan tidak ada tantangan dalam mengemban amanah baru sebagai kepala BPOM. Dia menyataan akan menjalankan arahan yang dititipkan Presiden Jokowi dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Taruna pun merangkum ada lima hal yang dijanjikan sebagai perbaikan BPOM, berikut penjabatannya:
1. Regulasi Harga Obat
Taruna mengatakan, harga obat di Indonesia ini sangat mahal dibanding dengan negara-negara tetangga. Berdasarkan temuannya, mahalnya harga obat dikarenakan obat terbagi tiga. Ada obat paten, ada obat generik, dan ada yang berjenis di antara keduanya. Dia pun melihat hal itu perlu diregulasi dengan baik.
2. Koordinasi Antarlembaga
Taruna menilai, koordinasi antarlembaga sangat penting. Dia memastikan, Badan POM tidak bisa sendiri-sendiri dan selalu berkoordinasi dengan BPJS, dengan Kementerian Kesehatan, dan asosiasi-asosiasi farmasi, asosiasi perusahaan obat, asosiasi perusahaan makanan, dan sebagainya. Artinya, koordinasi perlu ditingkatkan.
3. Inovasi
Taruna memastikan, banyak obat-obat yang sudah menjadi obat baru, produk inovasi, produk biologi dan sudah disahkan misalnya di Eropa atau di Amerika, namun bertahun-tahun belum masuk ke Indonesia. Itu menyebabkan harga obat itu semakin mahal. Maka dari itu aspek jangkauan perlu di-trick secara spesifik. Harapannya, obat terkait dengan bisa didapat dengan harga lebih terjangkau.
4. Regulasi
Menjawab tantangan ketiga, Taruna mendorong harus ada inovasi dalam konteks uji obat. Sebab dalam uji obat mempunyai uji klinis fase 1, 2, 3 yang menjadi golden gate standar. Tetapi dalam inovasi obat-obat produk biologi, misalnya terapi genetik, dan sebagainya, tidak mengikuti jalur seperti itu.
Maka dibutuhkan strategi spesifik, termasuk makanan dan minuman yang juga perlu dikembangkan lebih jauh karena banyak produk makanan dan minuman merupakan produk hasil inovasi. Jadi harus dipikirkan bagaimana produk dalam negerinya.
5. Standar Global
Jika standar internal sudah baik, maka saatnya mengglobal. Bagaimana badan pengawas obat dan makanan, misal produk-produk obat atau produk minuman atau produk ini yang sudah dapat pengesahan di badan POM, itu langsung secara mudah terpercaya di berbagai negara.
"Jadi itu kan akan berkaitan dengan ekspor. Karenanya status, reputasi badan pengawas obat dan makanan ini harus naik tingkat. Bukan saja kita persaingannya di tingkat Asia, tapi di tingkat global," katanya.