Jokowi tak gentar diteror asing soal eksekusi mati
Keputusan pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan, mengambil langkah eksekusi mati, membuat mata dunia terkejut.
Enam terpidana mati dalam kasus narkoba sudah dieksekusi pada Minggu (18/1) dini hari lalu. Satu warga negara Indonesia, sisanya warga negara asing.
Eksekusi dilakukan di dua lokasi berbeda. Lima terpidana dieksekusi di Nusakambangan, Cilicap, Jawa Tengah, dan seorang lagi di Boyolali.
Keputusan pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan, mengambil langkah eksekusi mati, membuat mata dunia terkejut. Eksekusi kemarin seolah menunjukkan Indonesia tak main-main memerangi kejahatan narkoba yang mayoritasnya dikendalikan asing.
Mungkin itu pula yang jadi alasan dua negara, Belanda dan Brasil berusaha keras melobi pemerintah Indonesia agar warga mereka diampuni dan tak ikut didor di hari eksekusi kemarin. Tapi pemerintah tegas tak bisa kompromi sebab eksekusi adalah keputusan akhir dari sebuah perkara di mana semua hak si terpidana sudah diajukan atas nama keadilan.
Tak cuma dua negara itu, belakang pemerintah Australia dan Nigeria juga melobi pemerintah. Mereka berharap hubungan bilateral yang terjalin selama ini bisa jadi pertimbangan untuk tak memasukkan nama warga negara Australia dalam daftar eksekusi.
Tapi pemerintah tak gentar. Berikut ketegasan pemerintah meski diteror asing soal eksekusi mati:
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Kapan gugatan terhadap Presiden Jokowi dilayangkan? Dilansir di situs SIPP PTUN Jakarta, Senin (15/1/2024), gugatan itu telah teregister dengan nomor perkara 11/G/TF/2024/PTUN.JKT tertanggal 12 Januari 2024.
-
Apa yang dibahas Presiden Jokowi dan Presiden Marcos? Jokowi mengatakan dirinya akan membahas upaya meredakan ketegangan di Laut China Selatan. "Ya salah satunya (membahas Laut China Selatan)," jelas Jokowi sebelum bertolak ke Filipina melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa (9/1/2024).
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
Kemlu tegaskan peredaran narkoba pelanggaran serius dan keji
Kementerian Luar Negeri menyayangkan sikap pemerintah luar negeri yang menarik dubesnya dari Indonesia. Meski demikian, Kemlu tak mau berpendapat terlalu banyak, selain itu hak mereka, proses eksekusi pada WNA juga sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional apalagi pelanggaran yang mereka lakukan serius dan keji yaitu peredaran narkoba.
"Kami sampaikan bahwa seluruh tahapan proses hukum telah dilalui di Indonesia sebagai negara demokrasi yang berdaulat dan menjunjung tinggi supremasi hukum," ujar juru bicara kementerian luar negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir.
Kemlu memandang isu tersebut harus dilihat secara luas karena narkoba merupakan kejahatan tingkat dunia. Di Indonesia, Kemlu memandang masalah narkoba sudah dalam tahap darurat.
"Hal tersebut yang membuat komitmen pemerintah Indonesia sangat kuat untuk menindaklanjuti kejahatan-kejahatan terkait dengan narkoba," katanya.
Menko Polhukam minta negara asing hormati proses hukum di Indonesia
Pemerintah meminta negara asing menghormati proses hukum di Indonesia. Toh sebelum dieksekusi, tentunya semua terpidana mendapatkan haknya untuk berjuang melalui berbagai tahapan demi sebuah keadilan.
"Ya silakan saja mereka mau menanggapi apa. Tapi kan hukum kita dihormati dan kita tegakkan dengan benar. Apabila tidak kita tegakkan mulai sekarang, kita akan selalu dipermainkan oleh negara yang lain," kata Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno di Istana.
Menurut Tedjo, Jokowi tak akan tebang pilih. Dia menolak permintaan Belanda dan Brasil serta tetap menghukum mati kedua kurir narkoba tersebut. Hal ini pun akan berlaku untuk Australia dan negara lain.
"Kemarin juga Presiden Brasil kemudian juga PM Belanda sudah menelepon presiden tapi beliau menyatakan ini sudah keputusan negara sehingga negara-negara yang warga negaranya tersangkut masalah hukum bahkan dieksekusi mati harus menghargai dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia," tegas Tedjo.
JK sebut peredaran narkoba juga pelanggaran HAM, tak bisa diampuni
Eksekusi hukuman mati yang dilakukan Indonesia terhadap enam terpidana narkoba, dinilai beberapa negara telah Hak Azasi Manusia (HAM).
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah Indonesia menghargai keberatan yang muncul dari negara-negara tersebut. Namun, JK menegaskan, penegakan HAM tidak boleh bertentangan dengan hukum.
"Mereka selalu bilang Hak Asasi Manusia (HAM). Nah, HAM itu harus taat hukum, menghormati azasi lain dan hukum. Kalau 40 orang meninggal tiap hari karena narkoba, apa perlu diampuni orang yang menyebabkan itu? Itu kan langgar HAM juga. Mereka bicara masalah 1 jiwa, tapi bagaimana masalah 40 jiwa lainnya. Apapun itu bisa diselesaikan kemudian," tutur JK di kantornya.
JK menilai, pemberlakuan hukuman mati di Indonesia tidak bertujuan untuk menjadikan Indonesia negara yang ditakuti, namun adalah untuk menimbulkan efek jera.
"Mungkin tak semua bisa jera, tapi ini peringatan keras bagi siapa pun yang laksanakan kejahatan itu, negara apapun, tidak pandang bulu," tegas JK.
Terkait dengan upaya lobi yang dilakukan Perdana Menteri Australia, Tony Abbot dengan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo, meminta agar Indonesia tidak mengeksekusi mati warganya yang terlibat kasus narkoba jaringan 'Bali Nine', JK menegaskan, hukum yang berlaku di Indonesia berlaku sama.
"Ya seperti saya katakan, hukum tak kenal diskriminasi kewarganegaraan, hanya kenal tindakan yang sama kepada suatu perbuatan yang sama," tutur JK.
Menkum HAM pastikan tak ada ampun buat bandar narkoba selain dieksekusi
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan hukuman mati bagi bandar narkoba tetap akan dilanjutkan meski banyak menuai protes dari negara asing yang warganya dieksekusi mati di Indonesia. Menurutnya, saat ini Indonesia sudah darurat narkoba.
"Kita melihat bahwa Indonesia sudah darurat dengan narkoba, tidak bisa ditoleransi lagi. Bahwa kita harus memberikan pelajaran ke bandar narkoba," kata Yassona.
"Pecandu narkoba kita rehabilitasi, bandarnya kita eksekusi," tambahnya.
Negara tarik dubes-nya di RI, pemerintah siapkan eksekusi gelombang kedua
Beberapa negara menarik dubesnya dari Indonesia karena lobi eksekusi mati pada warganya tak direspons. Mendapat protes itu, Kejaksaan Agung tetap jalan terus dan mengisyaratkan akan kembali melakukan eksekusi terhadap para terpidana mati.
"Ya seperti gelombang pertama dulu (persiapannya). Kita cermati dulu, apakah semua masalah hukumnya sudah terselesaikan apa belum kan. Kalau sudah, ya tentunya kita laksanakan," kata Jaksa Agung, HM Prasetyo.
Lebih lanjut, Prasetyo enggan membeberkan berapa jumlah terpidana mati pada gelombang kedua ini. Namun, tegas dia, saat ini sedang dalam proses pengkajian hukum lebih lanjut.
"Kalau upaya hukum yang biasanya kan udah selesai semua. Yang luar biasa ini grasi dan PK. Ya nanti acuan kita tentunya pada grasi sekarang ya. Karena grasi kan dianggap sebagai upaya hukum luar biasa terakhir. Orang udah minta maaf dan minta ampun kan, ya sudah kan. Orang udah nyatakan salah dan minta ampun," jelasnya.