Kapolri tegaskan Densus Tipikor bukan lembaga baru
Peningkatan eselon ini dilakukan agar koordinasi di antara satuan Polri lebih baik. Dengan demikian, dia mengklaim, keberadaan Densus Tipikor tidak akan mengganggu kewenangan penegak hukum lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian meluruskan opini pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) akan diproyeksi menjadi lembaga baru di luar Polri. Tito menjelaskan, Densus Tipikor hanya peningkatan eselon seperti Dirlantas yang menjadi Korlantas.
"Ini sama seperti pada waktu lalu lintas dulu namanya Dirlantas menjadi Korlantas bintang dua," katanya usai rapat gabungan Komisi III dengan KPK dan Kejaksaan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10).
Peningkatan eselon ini dilakukan agar koordinasi di antara satuan Polri lebih baik. Dengan demikian, dia mengklaim, keberadaan Densus Tipikor tidak akan mengganggu kewenangan penegak hukum lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung.
"Ini hanya peningkatan eselon agar koordinasinya lebih baik, kinerjanya lebih baik dan seterusnya. Itu sebetulnya yang diharapkan dari Polri," tegasnya.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini juga menjelaskan soal anggaran yang diajukan untuk Densus Tipikor sebesar Rp 2,6 triliun. Anggaran sebesar Rp 2,6 triliun itu sebenarnya sudah masuk dalam anggaran Polri.
Jumlah tersebut akan dibagi menjadi 3 bagian yakni belanja pegawai, modal dan barang. Khusus belanja pegawai, anggaran yang dibutuhkan untuk menggaji 3560 personel sekitar Rp 786 miliar.
Pihaknya ingin agar personel Densus Tipikor mendapatkan tunjangan kinerja agar terjamin kesejahteraan mereka. Dia ingin pendapatan yang diterima sama penyidik KPK. Dengan gaji besar, personel Densus Tipikor diharapkan tidak melakukan penyimpangan.
"Kita ingin agar ada tunjangan kinerja untuk menyapu lantai yang kotor sapunya harus bersih, kira-kira begitu. Ini kembali kepada kesejahteraan anggota, sehingga kita konsep kita dari Polri agar anggota-anggota ini diberikan tunjangan sama dengan KPK," terangnya.
Kemudian, dana yang dialokasikan untuk belanja barang sekitar Rp 300 miliar. Tito menjelaskan, anggaran barang itu akan digunakan untuk menjalankan proses penanganan tindak pidana korupsi seperti penyelidikan dan penyidikan.
"Setelah itu ada belanja barang lebih kurang 300 miliar itu untuk lidik, sidik, dan lain-lain. Supaya tidak terjadi penyimpangan, harus nyari kesana kemari kalau kurang," ujarnya.
Sedangkan belanja modal sebesar Rp 1,55 triliun termasuk untuk membuat sistem dan kantor-kantor hingga tingkat daerah serta pengadaan alat penyelidikan penyidikan, dan kebutuhan lain.
"Yang terakhir sekitar Rp 1,5 triliun itu adalah belanja modal kalau mau dibangun satgas-satgas wilayah dengan gedung-gedungnya, idealnya segitu. Itu pun bertahap sampe 2020 selama 3 tahun," tukasnya.