Kasus Covid-19 Tembus 1 Juta, Epidemiolog Sebut Akibat Testing dan Tracing Rendah
Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan jumlah kasus Covid-19 yang mencapai 1.012.350 orang per 26 Januari 2021 disebabkan testing dan tracing rendah. Hingga kemarin, persentase testing Covid-19 di Indonesia baru berada di angka 2,2 persen.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan jumlah kasus Covid-19 yang mencapai 1.012.350 orang per 26 Januari 2021 disebabkan testing dan tracing rendah. Hingga kemarin, persentase testing Covid-19 di Indonesia baru berada di angka 2,2 persen.
"Kita baru 2,2 persen sampai kemarin," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (27/1).
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
Dia mengingatkan, testing merupakan kunci untuk memutus penularan Covid-19. Tanpa testing yang baik, sebuah negara tidak akan bisa mendeteksi kasus Covid-19 dan tak dapat mengambil kebijakan tepat.
"Kalau tetap seperti ini, kita enggak akan tahu kapan pandemi berakhir," kata dia.
Selain testing, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan baik sangat rendah. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pekan lalu, kepatuhan masyarakat menggunakan masker berada di angka 62,46 persen.
Sedangkan kepatuhan masyarakat menjaga jarak masih berada di angka 53,09 persen.
"Itu hasil monitoring Satgas pusat kepatuhan kita sudah sampai 50 persen dalam menjalankan protokol kesehatan. Ini kan ngeri," kata dia.
Sebelumnya, Pengamat Kesehatan, Marius Wijajarta mengungkap tiga penyebab kasus Covid-19 menembus 1.012.350 orang per 26 Januari 2021. Pertama, pemerintah masih menerapkan isolasi mandiri di rumah bagi pasien Covid-19 tanpa gejala.
"Ada yang namanya isolasi mandiri di rumah, itu kacau. Itu fatal benar. Kelihatannya pemerintah enggak tahu mana isolasi mandiri dan karantina," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (27/1).
Menurut Marius, isolasi mandiri di rumah berpotensi meningkatkan penularan Covid-19. Sebab, orang yang positif Covid-19 dan menjalani isolasi di rumah memungkinkan untuk tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Akibatnya, kontak erat dengan keluarga dekat dan tetangga bisa terjadi. Selain itu, tidak ada ruang isolasi tekanan negatif di rumah sehingga Covid-19 bisa menyebar ke semua anggota keluarga.
"Segala peralatan makanan juga harus dibagi semua, limbahnya jangan disebar ke mana-mana. Nanti tetangganya kena semua, keluarganya kena semua," sambungnya.
Kedua, pemerintah memberlakukan pemeriksaan swab sebelum bepergian keluar kota. Seharusnya, kata Marius, pemerintah memberlakukan pemeriksaan swab setelah masyarakat sampai di kota tujuan.
"Harusnya setelah sampai baru diperiksa. Nanti misalkan tujuan ke mana, Bogor atau Bandung. Nah kalau sudah sampai di sana baru diperiksa. Begitu positif masuk ke karantina dan itu diumumkan. Itu enggak ada gunanya kalau diperiksa sebelum bepergian," jelasnya.
Ketiga, tracing Covid-19 belum dilakukan dengan maksimal di fasilitas kesehatan. Hal ini mengakibatkan penularan Covid-19 di fasilitas kesehatan masih terjadi.
Marius menyebut, penularan Covid-19 bisa saja terjadi dari tenaga kesehatan ke pasien. Jika pemerintah tidak melakukan tracing dengan baik di fasilitas kesehatan maka rantai penularan Covid-19 tak akan pernah terputus.
"Hampir semua tenaga kesehatan yang di rumah sakit swasta tidak diperiksa. Gampang sebetulnya, kalau dia positif dirawat. Kita kan mau memutuskan itu (penularan Covid-19). Ini kan percuma, dia ngobatin tapi dia kasih Covid-19 juga. Mau ditambah ruangan berapa juga enggak bakal putus," tandasnya.
Baca juga:
Puluhan Ribu Warteg Terancam Gulung Tikar Akibat Covid-19
Covid-19 RI Tembus 1 Juta, Pemerintah Siapkan Langkah Karantina Wilayah Terbatas
Satgas Covid-19 Sebut Keterpakaian RS di Jawa dan Bali Menurun selama PPPKM
BI Sebut Perlambatan Ekonomi Mulai Terjadi Sejak Maret 2020
Pulo Gebang jadi Terminal Bus Pertama Gunakan GeNose, Tersedia Mulai 5 Februari 2021
Wagub DKI Minta Pusat Bantu Faskes Botabek Ringankan Beban Okupansi RS di Jakarta