Kebut kasus penerbitan SKL obligor BLBI, KPK panggil istri Sjamsul Nursalim
Selain Itjih, mantan ketua tim LWO-I AMC BPPN tahun 2000-2002, Thomas Maria kembali diagendakan pemeriksaan sebagai saksi. Sebelumnya, Jumat (16/6) Thomas juga dimintai keterangannya sebagai saksi.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua saksi terkait penerbitan surat keterangan lunas oleh mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, terhadap obligor Sjamsul Nursalim. Kali ini, istri Sjamsul, Itjih Nursalim dijadwalkan akan dimintai keterangannya sebagai saksi.
"Hari ini penyidik memanggil yang dua orang saksi untuk tersangka SAT, salah satu saksi yang dijadwalkan pemeriksaan hari ini adalah Itjih Nursalim," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat (25/8).
Selain Itjih, mantan ketua tim LWO-I AMC BPPN tahun 2000-2002, Thomas Maria kembali diagendakan pemeriksaan sebagai saksi. Sebelumnya, Jumat (16/6) Thomas juga dimintai keterangannya sebagai saksi. Selain itu, Sjamsul Nursalim juga dipanggil hari ini.
Terhadap Itjih, penyidik juga telah mengirimkan surat panggilan untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Sedianya, Senin (29/5) Itjih dan Sjamsul memberikan keterangan sebagai saksi. Namun keduanya mangkir.
"Kami belum mendapat konfirmasi mengapa keduanya tidak hadir," tukas Febri.
Diketahui, KPK menetapkan Syafruddin Arsad Temenggung sebagai tersangka atas penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Selasa (25/4). Syafruddin saat itu menjabat sebagai kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengeluarkan surat keterangan lunas terhadap obligor BLBI yakni Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Dia diketahui mempunyai utang sebesar Rp 28,4 triliun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp 19,38 triliun, dari Rp 52,72 triliun yang harus dibayar.
Meski demikian, pemerintah justru mengampuni beberapa pengutang lewat penerbitan SKL. Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati dan Ketetapan (Tap) MPR Nomor 6 dan 10. Saat itu Megawati mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi buat menerbitkan SKL.
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.