Kepala BKKBN Bantah Wajibkan Setiap Wanita Punya Satu Anak Perempuan, Begini Penjelasannya
Hasto mengatakan Indonesia diprediksi akan mengalami banjir penduduk lanjut usia.
Hasto mengungkapkan BKKBN kewenangannya menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk.
Kepala BKKBN Bantah Wajibkan Setiap Wanita Punya Satu Anak Perempuan, Begini Penjelasannya
- Kepala BKKBN Anjurkan Ibu Menyusui Tetap Pakai KB
- Kepala BKKBN Ungkap Perceraian Pasangan Muda Meningkat, Penyebabnya Hubungan Toxic
- PDIP Sebut Cita-Cita Bung Karno Bumi Indonesia Bebas Kemiskinan Jauh dari Kenyataan
- Pemakzulan Jokowi Dianggap Pengalihan Isu Pihak yang Takut Kalah, Begini Kata Sekjen PDIP
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo angkat bicara tentang pernyataannya yang sempat viral di media sosial berkaitan dengan setiap keluarga di Indonesia setidaknya memunyai satu anak perempuan.
Hasto menegaskan dirinya tak pernah mewajibkan setiap keluarga untuk minimal memiliki satu anak perempuan. Hasto memastikan pernyataan itu tidak pernah muncul dari mulutnya
"Itu pelintiran, salah. Saya ngomongnya enggak gitu," kata Hasto usai menghadiri acara High Level Meeting yang dibuat oleh Komite Kebijakan Sektor Kesehatan (KSKK) yang di dalamnya BKKBN bersama Kemenkes RI, BPOM dan BPJS Kesehatan.
merdeka.com
"Saya ngomongnya, 'diharapkan rata-rata satu perempuan punya anak satu perempuan. Rata-rata itu artinya bukan setiap orang," jelas Hasto.
Hasto menganologikan jika sebuah kampung tinggal sepuluh perempuan maka generasi berikutnya minimal ada sepuluh perempuan lagi. Hasto mengungkapkan BKKBN kewenangannya menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk.
"Rata-rata perempuan punya anak dua itu penting. Bukan wajib lho. Nanti dipelintir lagi, wajib punya anak dua kan celaka. Kayak kemarin (diberitakan) satu perempuan harus punya anak (perempuan), kan salah itu," urai mantan Bupati Kulon Progo ini.
merdeka.com
"Pakai rata-rata dong. Rata-rata satu perempuan mestinya punya anak perempuan satu, rata-rata. Kalau depan rumah anak perempuan dua, belakang rumah enggak punya anak perempuan no problem. Jangan dipelintir ya, rata-rata," katanya.
Selain itu, Hasto mengatakan Indonesia diprediksi akan mengalami banjir penduduk lanjut usia (lansia) pada 2035 mendatang. Hasto mengatakan Indonesia akan mengalami bonus demografi. Namun bonus demografi ini dinilai Hasto harus mendapatkan penanganan ekstra dari banyak pihak agar tidak terlewati dengan sia-sia dan Indonesia justru akan terjebak sebagai negara berpendapatan menengah.
Penanganan ekstra, lanjut Hasto akan membuat negara dan masyarakat berpeluang mendapatkan kesempatan meraih penghasilan per kapita bisa naik secara pesat.
"Negara dan masyarakat punya kesempatan pendapatan per kapitanya naik cepat. Kapan punya kesempatan pendapatan per kapita naik pesat? Pada saat yang muda-muda itu jauh lebih banyak (jumlahnya) dibandingkan lansia," kata Hasto.
"Tahun 2035 hati-hati karena lansianya sudah jauh lebih banyak dibandingkan dengan anak-anaknya. Sementara lansia tahun 2035 ke sana itu umumnya lansia yang pendidikannya rendah, ekonomi rendah karena lansia-lansia ini seusia saya ke atas. Paham kan," imbuh Hasto.
Mantan Bupati Kulon Progo ini menyebut dinamika pertumbuhan penduduk adalah peristiwa alam yang punya keterkaitan dengan kesehatan reproduksi. Hasto menyebut BKKBN juga ikut mengendalikan pertumbuhan penduduk di daerah yang status fertility rate atau angka kesuburannya tinggi seperti NTT dan Papua.
Hasto membeberkan sedangkan untuk daerah-daerah dengan status angka kesuburannya sudah di bawah 2, BKKBN mengedukasi dan mengingatkan batas usia sehat atau ideal bagi perempuan untuk hamil.
"Jangan terlalu muda, juga jangan terlalu tua. Ingat, batas sehatnya perempuan hamil adalah 20-35 tahun, jangan terlalu sering hamil juga, jaraknya tiga tahun lah. Dan jangan terlalu banyak, 2-3 anak udah cukup," urai Hasto.
Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melihat strategi BKKBN tersebut realistis. Budi Gunadi menuturkan permasalahan berkurangnya populasi atau penduduk usia produktif dan warga lansia yang mulai mendominasi juga dirasakan sejumlah negara di berbagai belahan dunia.
"Jadi kalau kita masih mau ngejar supaya kita jadi negara maju, butuh pertumbuhan GDP yang cukup tinggi. Nah jumlah usia produktif itu masih perlu tinggi dan itu hitung-hitungan beliau (Hasto), total fertility rate-nya harus di angka 2,1 lah, minimal," ungkap Budi Gunadi.
"Kalau sudah turun di bawah itu, kita belum jadi negara maju. Itu akan lebih sulit momentum kita untuk capai ke sana," lanjut Budi Gunadi.
merdeka.com
Budi Gunadi menegaskan jika Kemenkes RI mendukung capaian BKKBN selama ini. Kemenkes, terang Budi Gunadi memiliki komitmen untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata di seluruh Indonesia sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
"Kita dukungan yang penting; bapak ibunya sehat, dan kalau sudah menikah ya punya anak lah, jangan terlalu tua juga punya anaknya. Kalau sudah menikah anaknya baru satu, ya sudahlah kita perbanyak," pungkas Budi Gunadi.