Kerjasama Global Kurang, Masing-masing Negara Sibuk Sendiri Hadapi Covid-19
Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman Hadad, mencontohkan stimulus fiskal yang diberikan oleh sejumlah negara maju dalam mendukung perekonomian domestiknya. Padahal saat yang sama, sejumlah negara berkembang membutuhkan bantuan global dalam memerangi Covid-19.
Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman Hadad, mengatakan saat ini semua negara tampaknya sedang 'sibuk sendiri' dengan urusan domestik. Hal tersebut ditengarai menjadi alasan kenapa upaya global untuk menghadapi Covid-19 belum berkembang signifikan.
"Memang mestinya seperti ini. Karena sekarang saya melihat inisiatif global memobilisasi sumber daya terutama untuk membantu negara-negara berkembang itu saya lihat masih sangat kurang," kata dia, dalam diskusi daring, Sabtu (30/5).
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Dia menyoroti stimulus fiskal yang diberikan oleh sejumlah negara maju dalam mendukung perekonomian domestiknya. Padahal saat yang sama, sejumlah negara berkembang membutuhkan bantuan global dalam memerangi Covid-19.
"Negara-negara berkembang ini kan dihadapkan dengan keterbatasan. Kalau kita lihat misalnya ada stimulus ekonomi sampai USD 10 Triliun di seluruh dunia bahkan baru kemarin bank sentral Eropa menambah lagi stimulus lanjutan," ujar dia.
Stimulus besar-besaran yang diberikan negara-negara maju, lanjut dia, di sisi lain membuat negara-negara berkembang menjadi 'iri'. "Sebetulnya di mata negara-negara berkembang ada semacam keirian tertentu karena negara maju seperti memperlihatkan kemampuan yang luar biasa membantu rakyatnya Sementara negara-negara berkembang atau underdeveloped countries mereka berusaha betul untuk tetap bertahan," urai dia.
"Sementara inisiatif global untuk menjadikan ini isu global dan membuat prioritas-prioritas global itu, saya belum lihat sesuatu yang signifikan. Masing-masing sibuk dengan diri sendiri," imbuh dia.
Hal tersebutlah yang menurut dia bisa menjadi latar belakang hilangnya kepemimpinan global seiring merebaknya Covid-19. Bahkan negara yang dianggap sebagai pemimpin global seperti AS pun tidak bisa berbuat banyak.
"Amerika yang pada krisis 2008 menjadi pemimpin inisiator utama terbentuknya G20, hari ini tidak bisa lagi inisiator karena dia sibuk di dalam negeri. Eropa pun saya kira juga demikian. Saya kita ada semacam gap of leadership dalam kepemimpinan global terutama untuk mengantisipasi Covid-19," tandasnya.
Baca juga:
Tradisi Seba Warga Baduy Dilakukan Terbatas, Doakan Bumi Segera Terbebas dari Corona
New Normal di Jepang, Orang Dilarang Teriak Saat Naik Roller Coaster
Dua Aspek Ini Jadi Penilaian Daerah Boleh Menerapkan Normal Baru Saat Wabah Corona
New Normal, Pengurus Olahraga Diminta Kreatif Lakukan Pembinaan Atlet
Wagub Tjokorda Oka: APD dan Alat Tes Covid-19 di Bali Masih Cukup