Kerusuhan di Meranti, 17 polisi terancam dipecat
Penindakan terhadap belasan polisi itu karena tewasnya Apriadi Pratama diduga sebagai pelaku pembunuhan Brigadir Adil.
Janji Kapolda Riau Brigjen Supriyanto akan menindak tegas anggotanya terlibat kasus di Kepulauan Meranti bukan hanya janji semata. Sebab, sebanyak 17 anggota kepolisian di Riau sedang dalam proses hukuman dan terancam dipecat dari Korps Bhayangkara.
Penindakan terhadap belasan polisi itu karena tewasnya Apriadi Pratama yang diduga sebagai pelaku pembunuhan Brigadir Adil S Tambunan. Tak hanya itu, sejumlah petugas juga diduga terlibat atas kematian Is Rusli, warga yang diduga tertembak pada bagian kepalanya saat demo di Mapolres Meranti terkait kasus itu.
Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, membenarkan hal tersebut. Dikatakannya, proses internal 17 anggota polisi tersebut sudah diajukan untuk menjalani sidang kode etik kepolisian di Mapolda Riau.
"Ancamannya beragam, tapi yang paling berat itu adalah dipecat tidak dengan hormat dari anggota kepolisian," ujar Guntur kepada merdeka.com, Senin (5/9).
Menurut Guntur, bidang Propam Polda Riau di bawah Komando AKBP Pitoyo Agung Yuwono juga sudah menetapkan ke 17 polisi itu sebagai tersangka secara internal. Namun, jadwal sidang kode etik terhadap mereka belum ditentukan.
Selain 17 anggota yang diproses secara internal, Guntur menyebut Polda Riau telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus di Kabupaten Kepulauan Meranti dari sisi pidananya. Hal ini terkait kematian Apriadi saat proses penangkapan yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Jumlah tersebut bisa saja bertambah karena Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau masih terus mengusut kasus tersebut. Sementara, barang bukti hingga kini masih dikumpulkan penyidik.
"Bisa saja ada tersangka baru dalam kasus ini," ungkapnya.
Guntur juga mengimbau masyarakat tetap memantau kasus ini. Transparansi penyidikan akan dilakukan Polda Riau dan masyarakat bisa mengaksesnya secara terbuka.
Sementara untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, Polda Riau menginstruksikan jajaran Polres Meranti selalu berada di tengah masyarakat. "Polisi harus ada di tengah masyarakat, melaksanakan salat berjemaah bersama dan menghadiri kegiatan warga lainnya. Misalnya kenduri," kata Guntur.
Di samping itu, Guntur mengimbau upaya sinergitas Polri dan masyarakat terus didukung pemerintah dan tokoh-tokoh serta pemuka agama dan warga.
Tak hanya itu, Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, mendatangi Mapolda Riau dan menggelar pertemuan dengan sejumlah perwira. Hasilnya, Natalius memuji Polda Riau yang dinilainya sangat transparan dalam menangani kasus Meranti.
"Saya kira keterbukaan informasi ini penting. Dan saya memuji ketegasan Pak Kapolri karena Kapolres (Meranti) langsung diganti," ujar Natalius.
Menurut Natalius, keterbukaan yang dilakukan Polda Riau ini sangat penting. Karena, sebaik apapun proses internalnya, tapi tidak disertai akuntabilitas, diuji dan dikontrol masyarakat, juga tak ada gunanya.
"Susah nantinya (jika ditutupi), jadi harus terbuka. Dan Komnas HAM akan terus memantau perkembangan kasus ini," tegas Natalius.
Selain itu, Natalius juga menyampaikan beberapa point seputar penanganan hukum pasca bentrokan. Di antaranya, meminta Polri untuk mengusahakan santunan kepada keluarga Apri dan Isrusli. Bantuan ini diupayakan bisa dapat dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kemudian, kendaraan yang rusak sewaktu demonstrasi berlangsung, baik dari masyarakat dan polisi, diusahakan diperbaiki serta diganti.
Selanjutnya, untuk keluarga Apri diusahakan supaya menjadi pegawai negeri sipil. Pasalnya, Apri selama ini menjadi tulang punggung dari keluarganya. Terakhir, anak dari Isrulis diusahakan mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan disekolahkan hingga SMA.