Ketua MK nilai qanun bendera Aceh tidak bermasalah
"Karena di Undang-undang (UU) Aceh juga ada kewenangan itu. Secara prosedural itu tidak ada masalah," ujar Akil.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menilai keberadaan bendera Aceh yang dilandasi qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh tidak mengandung masalah. Menurut dia, keberadaan qanun itu secara prosedural tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Jika ada bendera di Aceh, itu tidak masalah. Karena di Undang-undang (UU) Aceh juga ada kewenangan itu. Secara prosedural itu tidak ada masalah," ujar Akil di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (30/4).
Akil mengatakan, seharusnya pemerintah tidak perlu khawatir dengan keberadaan bendera yang mirip dengan lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebab, antara pemerintah pusat dengan GAM telah terikat perjanjian Helsinki yang menyepakati Aceh merupakan bagian dari Indonesia dan akan taat pada hukum yang berlaku.
"Dengan perjanjian Helsinki kan sudah selesai. Mengenai substansinya, itu harus dikonsultasikan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga tidak mengancam kedaulatan," kata Akil.
Lebih lanjut, Akil menambahkan, jika masyarakat Aceh ada yang keberatan dengan qanun itu, maka dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). "Kalau ada warga Aceh yang tidak setuju, dia bisa mengajukan gugatan ke MA," pungkas dia.