Tueng Bila, Cara Masyarakat Aceh Menuntut atas Kerugian yang Dideritanya
Malu atau "Malee" dalam bahasa Aceh bagi mereka adalah suatu hal yang harus ditutupi atau "ditelan" dan tidak boleh diketahui orang lain.
Manusia sebagai makhluk sosial umumnya memiliki norma dan prinsip hidup yang menjadi pedoman di masyarakat. Begitu juga di masyarakat Aceh yang memiliki aturan bernama Tueng Bila. Secara harfiah, tradisi ini berarti mengambil atau menuntut bela. Artinya, tradisi ini sebagai cara masyarakat Aceh dalam menuntut atas kerugian yang dideritanya.
Prinsip Tueng Bila ini tidak jauh-jauh dari pencemaran nama baik yang memang tidak sewajarnya dilakukan oleh manusia. Selain memalukan, tindakan ini bisa merusakan tatanan sosial terutama dalam berinteraksi sosial.
-
Kenapa Aceh melakukan Tulak Bala? Sebagai bentuk pencegahan terjadinya bencana di bulan Safar, dianjurkan untuk memperbanyak salat sunah, berdoa, sedekah, dan memperbanyak ibadah lain.
-
Mengapa Tingkilan penting bagi masyarakat Kutai? Mementaskan tingkilan akan membuat warga bersemangat untuk bekerja sekaligus menjalin silaturahmi antar warga.
-
Bagaimana sistem adat Suku Piliang? Diketahui sistem ini dibentuk langsung oleh Datuk Ketumanggungan.
-
Mengapa suku Bidayuh berkonflik dengan suku lain? “Saat antropomorf GS3 digambar, suku Bidayuh dikuasai oleh elit Melayu, sedangkan antropomorf GS4 kemungkinan dibuat selama periode konflik yang semakin meningkat antara suku Bidayuh dan penguasa Iban dan Melayu Brunei,“ jelas tim peneliti.
-
Mengapa tradisi Peutron Aneuk penting bagi masyarakat Aceh? Wujud pelaksanaan Peutron Aneuk ini tak hanya sekedar tradisi turun-temurun saja. Tetapi, tradisi ini memiliki makna dan arti yang begitu mendalam khususnya bagi tumbuh kembang anak di masa depan.
-
Apa makna tradisi Boh Gaca di Aceh? Meski pelaksanaan Boh Gaca terkesan rumit dan melibatkan banyak orang, namun tradisi ini merupakan simbol atau melambangkan kecantikan dan kesucian sang pengantin wanita.
Prinsip Tueng Bila cukup relevan dengan kehidupan kita sehari-hari. Di era yang serba modern dan serba instan, manusia sudah pasti tidak terhindar dari konflik sosial baik itu dalam lingkup kecil atau besar.
Prinsip Hidup Orang Aceh
Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Malu atau "Malee" dalam bahasa Aceh bagi mereka adalah suatu hal yang harus ditutupi atau "ditelan" dan tidak boleh diketahui orang lain. Menurut mereka, kehilangan harga diri sama dengan kehilangan segalanya.
Malu ini juga berdampak langsung terhadap keluarga, kawom atau kaum, dan juga diri kita sendiri. Maka dari itu, tindakan provokasi yang membuat malu haruslah dihindari atau dianggap sebuah hal yang tabu. Dari konsep ini kita belajar bahwa manusia hidup dengan harkat dan martabat sebagai makhluk sosial.
Perilaku yang Dilarang
Masyarakat Aceh memiliki beberapa perilaku yang dilarang atau pemicu adanya Tueng Bila, di antaranya yaitu menyangkut penghinaan terhadap agama Allah, Rasul-Rasul Allah, para Rasul Anbiya, hingga kitab suci al-Qur’an. Kedua, mempermalukan kedua orang tua di depan umum lebih-lebih jika anak-anaknya melihat dan mendengar langsung. Ketiga, mempecundangi, menggoda atau berselingkuh dari istrinya.
Keempat, menganggu anak gadisnya yang mana sama kedudukannya dengan istrinya sebagai lambang kesucian keturunannya. Dan terakhir, tanah dan air sawah saat segera akan bertanam padi. Membuat provokasi berupa menggeser tanah atau garis batas lahan.
Penyelenggaraan Damai Adat
Apabila ada seseorang yang melakukan Tueng Bila kepada orang lain, maka ada beberapa cara untuk menghapus atau damai adat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga adat.
Seseorang yang melakukan Tueng Bila harus melakukan beberapa prosesi, yaitu prosesi hukum adat melalui forum adat musapat dengan menggunakan asas luka tasipat, darah ta sukat (ganti rugi). Kedua, Prosesi seremonial adat di depan publik dengan peusijuk, bermaafan, sayam (penyerahan kompensasi).
Selanjutnya, kompilasi hukum adat, yaitu dengan memberi kompensasi 100 unta atau setaranya dan nilainya dikonversikan ke dalam emas untuk diberikan kepada ahli waris yang mati jika kasusnya adalah kematian seseorang akibat kelalaian.
Tradisi ini adalah bagian dari sistem komunikasi budaya. Tueng Bila sebagai simbol sikap terhadap pelecehan harga diri keluarga, Kawom, atau masyarakat dimana ia tinggal.