Mengenal Silat Pelintau, Kesenian Tradisional Bela Diri Asli Suku Tamiang Aceh
Silat Pelintau, kesenian tradisional bela diri khas masyarakat Suku Tamiang Aceh.
Provinsi Aceh terbagi dalam beberapa suku asli daerah, salah satunya Suku Tamiang yang mempunyai seni bela diri tradisional.
Mengenal Silat Pelintau, Kesenian Tradisional Bela Diri Asli Suku Tamiang Aceh
Ilmu Silat di Indonesia sudah berada sejak puluhan tahun lamanya. Tak hanya berfungsi sebagai pertahanan diri, ilmu silat di beberapa daerah lambat laun menjadi sebuah kesenian tradisional lokal sarat makna.
Di Aceh, terdapat sebuah suku bernama Tamiang yang memiliki kesenian tradisional bela diri yang sampai sekarang masih terus lestari, yaitu Silat Pelintau.
-
Apa itu Silat Perisai? Silat Perisai di Kabupaten Kampar kini dibawakan sebatas kesenian pertunjukan untuk menyambut tamu penting dan juga sebagai hiburan masyarakat. Pertunjukan Seni Pencak Melansir dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, Silat Perisau adalah sebuah seni pertunjukan dari Seni Pencak.
-
Dimana Silat Perisai berasal? Di Kabupaten Kampar, terdapat kesenian bela diri yang sampai saat ini masih dipertahankan kelestariannya oleh komunitas setempat, namanya Silat Perisai.
-
Bagaimana sistem adat Suku Piliang? Diketahui sistem ini dibentuk langsung oleh Datuk Ketumanggungan.
-
Apa ciri khas Silat Harimau? Ciri khas silat harimau dari Minangkabau adalah menggunakan sebilah senjata yang berbentuk mirip seperi cakar harimau yang disebut kurambik.
-
Apa itu Tari Piriang Suluah? Tari Piriang Suluah ini bukanlah tarian biasa. Kesenian ini menggambarkan kehidupan para petani dan juga gerakannya terinsipirasi dari aktivitas ketika bercocok tanam.
-
Apa itu Silat Beksi? Silat Beksi kemudian berkembang bukan hanya sebagai seni bela diri, melainkan untuk melindungi anggota keluarga maupun orang-orang baik di sekitar.
Silat Pelintau tercipta pada tahun 1953 oleh Maha Guru OK Said bin Unus yang merupakan putra asli Tamiang. Ia sempat berkelana untuk mencari ilmu silat selama 15 tahun mulai dari Samosir hingga ke Siak.
Setelah kembali ke tanah kelahirannya, ia kemudian belajar kepada Tengku Lokan dan mulai menyebarkan ajaran ilmu silat.
Asal-usul
Mengutip situs resmi Kemendikbud, nama Silat Pelintau diadaptasi dari Bahasa Tamiang yaitu "Pelin" dan "Tau". Arti "Pelin" adalah semua, sedangkan "tau" berarti tahu. Apabila digabung, Pelintau artinya semua tahu.
Pada zaman kolonial Belanda, seni bela diri belum begitu populer. Bahkan, untuk menyebarkan ilmunya saja harus secara sembunyi-sembunyi yang diajarkan kepada pemuda-pemuda Suku Tamiang.
Tujuan diajarkannya ilmu bela diri ini kepada pemuda Suku Tamiang untuk melindungi diri dan tujuan utamanya untuk mengusir kolonial Belanda dari tanah Tamiang.
Memiliki 4 Pola Gerak
Pada penampilan Silat Pelintau, para penampil bisa menyajikan Tari Piring sebagai selingan. Biasanya, dalam penampilan ini diperankan oleh perempuan berjumlah 4 orang.
Dalam penampilannya, ada 4 pola gerakan yang disajikan. Pertama, gerak salam sembah, gerakan ini untuk menghormati para guru dan para penonton. Kedua, gerak titi batang, yaitu gerak pembuka untuk mendapatkan keseimbangan tubuh sebelum memantapkan langkah selanjutnya.
Ketiga, gerak langkah tiga atau langkah empat, di pola gerakan ini adalah langkah dasar untuk memecah gerak-gerak langkah selanjutnya. Terakhir, gerak salam terakhir, simbol permohonan maaf kepada guru dan penonton.
Silat Seni
Bagi masyarakat Suku Tamiang Silat Pelintau adalah silat seni. Ada dua jenis tarian yang cukup populer di Tamiang, yaitu Silat Rebas Tebang dan Silat Songsong. Kedua jenis ini yang membedakan dengan Silat Tamiang dengan silat lainnya.
Silat Songsong biasa digunakan untuk menyambut tamu kehormatan dan ditampilkan ketika kenduri pernikahan di halaman rumah untuk menyambut keluarga besan.
Sedangkan Silat Rebas Tebang khusus digunakan untuk menyongsong mempelai pria saat acara pernikahan. Kemudian, silat ini juga ditampilkan ketika ada anak yang telah disunat dan acara turun tanah.
Makna Silat Pelintau
Ada beberapa makna mendalam dalam Silat Pelintau. Pada upacara pernikahan untuk menanamkan nilai suami sebagai pelindung rumah tangga.
Pada upacara sunatan, sebagai simbol bahwa anak laki-laki yang telah akhil baligh nantinya akan menjadi pelindung bagi keluarganya.
Pada upacara turun tanah, Silat Pelintau sebagai simbol untuk mengarahkan keluarga yakni orang tua bahwa telah lahir calon pemimpin dalam keluarga.