Mengenal Tingkilan, Ketika Warga Kutai Berbalas Pantun Sambil Bermain Musik Gambus
Bermain tingkilan punya daya tarik serta tantangan tersendiri, di mana para pemainnya harus bisa berbalas pantun sembari memainkan alat musik gambus.
Ada banyak tradisi khas masyarakat Kutai di Kalimantan Timur, salah satunya tingkilan yang kini terbilang langka. Kesenian ini erat kaitannya dengan seni memainkan alat musik gambus, dengan nuansa Islami yang kental.
Bermain tingkilan punya daya tarik serta tantangan tersendiri, di mana para pemainnya harus bisa berbalas pantun sembari memainkan alat musik. Tak hanya alat petik, karena tingkilan juga dilengkapi alat musik lain seperti kendang hingga gong untuk menciptakan suatu harmoni tradisional setempat.
-
Apa keunikan Ketinting Kiluan? Dimensi Kapal Ketinting Kiluan ini memiliki standar ukuran dengan panjang 11 meter dan lebar 60 cm. Perahu ini bahan dasarnya terbuat dari kayu Tabuh utuh yang dilubangi dan diserut menjadi bagian lambung perahu. Kayu Tabuh ini sendiri banyak tumbuh di sekitar Pesisir Kiluan.
-
Di mana contoh musik tradisional Sumut? • Arumba merupakan alat musik yang terbuat dari bambu yang berasal dari Jawa Barat • Angkulung adalah alat musik asal Jawa Barat • Basa-Basi adalah alat musik yang bentuknya seperti terompet asal Sulawesi Selatan • Gamelan Jawa alat musik gamelan yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta
-
Kenapa Kutai Timur bagikan mesin ketinting? Kepala Bidang Bidang Pelaporan dan Usaha Perikanan Dinas Perikanan, Kutai Timur, Wilhelmina M. Kailola mengatakan mesin ketinting yang diberikan kepada kelompok nelayan tersebut akan bermanfaatn dalam rangka peningkatan produktivitas perikanan hasil tangkap di laut.
-
Apa keunikan Tari Turuk Langgai? Tarian Turuk Langgai merupakan tarian yang gerakannya menyerupai hewan di hutan atau di lingkungan yang mereka tempati. Tarian ini juga menjadi bagian dari sebuah ritual dan juga melibatkan roh-roh halus.
-
Siapa yang biasa memainkan Patipung Tipung Balung? Mengutip YouTube Budaya Jabar, permainan Patipung Tipung Balung jadi sarana keakraban anak-anak Sunda di zaman dulu.
-
Apa yang istimewa dari Kutai Timur? 'Kutai Timur adalah magic land,' kata Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman pada pertengahan Oktober 2023 silam. Sebutan tersebut bukan tanpa alasan.Tanah yang penuh keajaiban menjadi julukan karena kabupaten seluas 35.748 km² ini memang memiliki segalanya. Mulai dari bentang alam, wisata, budaya, hingga flora dan fauna masih lengkap tersedia.
Menilik asal-usulnya, kesenian ini sudah jadi bagian dari acara kelokalan masyarakat setempat seperti hajat pernikahan, khitanan ataupun kegiatan pertanian. Mementaskan tingkilan akan membuat warga bersemangat untuk bekerja sekaligus menjalin silaturahmi antar warga.
Meski termasuk jarang, masih ada sejumlah wilayah yang melestarikan kesenian lawas ini salah satunya di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bangalon, Kabupaten Kutai Timur. Kesenian ini jadi daya tarik unik yang masih lestari di sana.
Bermain Musik Gambus
Tingkilan merupakan budaya bermain musik gambus yang dilakukan oleh warga suku Kutai sejak abad ke-16 silam. Saat itu, terjadi percampuran budaya sehingga lahirlah tradisi memainkan musik gambus yang bercampur dengan kebudayaan Islam.
Tingkilan kemudian menjadi musik penyemangat yang terus menerus dimainkan, hingga identik dengan warga setempat. Akhirnya, orang-orang sekitar mulai memainkan di acara-acara adat yang biasa diadakan.
“Ketika alat musik gambus bisa dimainkan bersama gendangnya, itu yang kemudian disebut sebagai tingkilan,” kata salah satu pemerhati musik Kutai, Nursyamdani, di kanal Youtube TVRI Nasional, Selasa (8/10).
Bermain Musik Gambus Sembari Bermain Pantun
Keunikan tingkilan tak sekedar dari lantunan nadanya, melainkan juga hadir dari pemainnya yang saling melempar pantun.
Biasanya, pemain tingkilan akan membuat pantun secara spontan dan melemparkannya dari apa yang ia lihat. Kemudian, pantun bisa dibalas oleh pemain lain seperti kendang atau gong hingga keduanya sudah tidak bisa saling berbalas.
Pemenang dari berbalas pantun ini adalah siapa yang mendapat tepuk tangan paling banyak dari para penonton.
Digunakan untuk Menyindir
Selain berbalas pantun, tingkilan juga menjadi media untuk saling menyindir dalam artian positif. Sindiran yang dimaksud adalah kritik untuk membangun, yang terkadang disisipkan bentuk komedi.
Biasanya, pesan yang disampaikan biasanya mengenai hubungan percintaan, hukum sosial, etika kemasyarakatan hingga masa depan negara.
Dalam jurnal yang ditulis Meita Setyawati berjudul "Tingkilan: Ekspresi Masyarakat Kutai Di Tenggarong, Kalimantan Timur Sebuah Kajian Seni Wisata" dari Program Pasca Sarjana UGM, tingkilan memiliki arti saling meningkah atau bersahut-sahutan. Ini erat kaitannya dalam membaca pantun dan mengingatkan akan suatu kebaikan.
Datang sebagai Media Dakwah
Tak dapat dipungkiri bahwa tingkilan berangkat dari kebudayaan melayu dan agama Islam yang dahulu masuk ke wilayah Kutai. Saat itu, seni musik ini digunakan untuk mengenalkan ajaran Nabi Muhammad melalui media kesenian.
Harapannya, masyarakat bisa menerima dan mengamalkan pesan kebaikan yang terkandung di dalamnya dan disampaikan oleh para ulama.
Ketika itu, budaya Arab turut membawa peran penting bagi penyebaran agama Islam. Salah satu yang dipakai adalah alat musik gambus yang ketika itu juga dikenal sebagai musik padang pasir. Lantunannya yang merdu, membuat gambus mampu diterima hingga beradaptasi dengan kebudayaan masyarakat Kutai.
Dikembangkan Secara Kreatif oleh Anak Muda
Saat ini ada upaya pengenalan kembali alat musik tingkilan agar lebih dikenal oleh masyarakat. Beberapa anak muda di Kutai pun mencoba mengkombinasikannya dengan alat musik lain, salah satunya ukulele.
Nada yang dihasilkan pun semakin bervariasi sehingga kehadirannya makin diterima oleh masyarakat luas. Kemudian, tema pantun juga lebih ke kehidupan sehari-hari remaja, dengan tema yang lebih variatif.
“Di samping itu, kita angkat juga tingkilan tradisionalnya. Kita giring anak-anak muda, agar kesenian ini tetap ada,” katanya, menambahkan.