Uniknya Tambua Tasa, Pertunjukan Musik Grup Penabuh Gendang dari Pariaman
Sebuah kesenian tradisional dari Pariaman ini dimainkan oleh grup musik penabuh gendang, yaitu Gandang Tambua dan Gandang Tasa.
Sebuah kesenian tradisional dari Pariaman ini dimainkan oleh grup musik penabuh gendang, yaitu Gandang Tambua dan Gandang Tasa.
Uniknya Tambua Tasa, Pertunjukan Musik Grup Penabuh Gendang dari Pariaman
Minangkabau, selain terkenal dengan kulinernya yang mendunia, ragam jenis kesenian tradisionalnya tidak lah kalah hebatnya. Mulai dari kerajinan tangan hingga pertunjukan budaya semuanya lengkap di ranah minang ini.
Salah satu pertunjukan seni kebanggaan masyarakat Pariaman adalah Tambua Tasa. Penampilan perkusi ini terdiri dari dua alat musik, yaitu Gandang Tambua dan Gandang Tasa.
(Foto: Wikipedia)
-
Apa keunikan Tari Turuk Langgai? Tarian Turuk Langgai merupakan tarian yang gerakannya menyerupai hewan di hutan atau di lingkungan yang mereka tempati. Tarian ini juga menjadi bagian dari sebuah ritual dan juga melibatkan roh-roh halus.
-
Apa itu Tari Piriang Suluah? Tari Piriang Suluah ini bukanlah tarian biasa. Kesenian ini menggambarkan kehidupan para petani dan juga gerakannya terinsipirasi dari aktivitas ketika bercocok tanam.
-
Apa keunikan Tari Pisang Jambi? Jambi memiliki beragam kesenian tradisional yang sampai ini masih terus dilestarikan, salah satunya Tari Pisang. Tari Pisang merupakan tarian yang lahir dan populer di Desa Air Batu, Kecamatan Tanah Pemberap, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
-
Apa yang unik dari Tari Toga? Gerakan pada tari toga ini mirip dengan tari tradisional dari Minang dan juga Melayu.
-
Apa itu Tari Gandrung? Mengutip warisanbudaya.kemdikbud.go.id, tarian khas Banyuwangi ini berasal dari kata 'Gandrung' dalam bahasa Jawa artinya 'Tergila-gila' atau 'Cinta habis-habisan'.
-
Bagaimana ciri khas tari tradisional? • Diiringi oleh musik tradisional khas daerah tersebut • Memiliki pakem atau aturan gerakan dasar yang wajib diikuti • Mengandung filosofi yang berassal dari buah pikiran kearifan lokal setempat.
Kedua alat musik tersebut tumbuh dan berkembang secara beriringan dengan tradisi dan budaya di Minangkabau khususnya daerah Pariaman. Pertunjukan musik ini pun masih eksis dan dikenal oleh masyarakat di setiap nagari Padang Pariaman dan Kota Pariaman.
Selain itu, sampai sekarang Gandang Tambua dan Gandang Tasa masih kerap digunakan sebagai alat musik pengiring dalam setiap pelaksanaan upacara adat di Pariaman.
Asal-usul Tambua Tasa
Dikutip dari berbagai sumber, lahirnya pertunjukan musik Tambua Tasa ini konon dibawa oleh orang-orang berkebangsaan India yakni pedagang Gujarat. Mereka melakukan perjalanan ke timur untuk berdagang lalu mendarat di Tiku Pariaman.
Ketika mereka tiba di pelabuhan tepatnya di Pantai Barat Minangkabau pada abad ke-14 itu berkembang lah alat-alat musik tersebut di berbagai daerah. Perkembangannya tidak lepas dari percampuran budaya melalui perkawinan atau perdagangan masyarakat pribumi dengan pendatang.
Produk-produk budaya ini kemudian bercampur dengan pendatang baik itu India, Bangladesh, hingga Irak dan Pakistan. Maka dari itu, lahirlah sebuah kesenian bernama Gandang Tambua.
Grup Penabuh
Alat musik Gandang ini ditabuh secara berkelompok berjumlah 7 orang yang terdiri dari 6 orang penabuh Gandang Tambua dan 1 orang pemain Gandang Tasa.
Gandang Tambua berbentuk seperti tabung dengan bahan yang terbuat dari kayu dengan dua permukaan kulit. Gandang Tambua biasanya dimainkan dengan cara disandang di salah satu bahu pemain.
Alat Musik Pengiring
Sementara itu, salah satu alat musik yang pertunjukan pada acara Tambua Tasa, yaitu Gandang Tasa. Alat musik ini memiliki ukuran, suara, dan bentuk merupakan suatu kesatuan kegiatan adat dan ritual.
Mengutip situs warisanbudaya.kemdikbud.go.id, gendang ini bukan hanya sebagai alat musik tabuh semata, melainkan juga sebagai pengiring pada acara Tabuik. Alat musik ini biasa dimainkan di alam terbuka, sehinigga tidak memerlukan pengeras suara tambahan.
Dulunya, Gandang Tasa dibawa oleh Syekh Burhanuddin sepulangnya dari menuntut ilmu di Aceh pada tahun 1680. Ada versi lainnya jika Gandang Tasa dulu dimainkan oleh pemuda di surau untuk mengisi kekosongan saat masyarakat berkumpul.