Khofifah sebut Indonesia belum aman karena kaum LGBT marak & terbuka
Khofifah sebut Indonesia belum aman karena kaum LGBT marak & terbuka. Tak hanya soal LGBT, Khofifah juga menyebut kasus HIV/AIDS di Indonesia juga cukup tinggi. Khususnya Jawa Timur yang menempati ranking pertama.
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa menyebut Indonesia masih dalam kondisi rawan. Kerusakan moral makin tak terkendali dan makin terbuka. Contohnya LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) makin mewabah hingga ke pelosok-pelosok desa.
Hal ini diungkap Khofifah saat memberi ceramah di Parade Salawat Nariyah Satu Miliar untuk memperingati Hari Santri di Ponpes Bustanul Mua'allimin Dawuhan, Kauman, Kota Blitar, Jawa Timur, Jumat malam (21/10).
Menurut Ketua Umum PP Muslimat NU itu, banyak definisi aman terkait berbangsa dan bernegara. "Aman, menurut TNI/Polri mungkin kalau tidak ada lagi begal, tidak ada lagi pembunuhan, radikalisme hingga terorisme. Tapi indikator tersebut tak cukup bagi para kiai NU maupun habaib," kata Khofifah di hadapan para kiai, santri dan santriwati pondok pesantren.
Kerusakan moral, lanjut dia, bagi para kiai NU dan habaib juga menunjukkan negeri ini belum aman. Salah satu indikatornya kerusakan moral yang makin tak terkendali. Seperti misalnya, komunitas LGBT yang mengatasnamakan HAM (Hak Asasi Manusia) terus berkembang.
Kehadiran LGBT sangat terbuka dengan merayakan perkawinan sejenis. Lebih miris, perkawinan menyimpang ini tak hanya terjadi di kota-kota besar, tapi sudah mewabah hingga ke pedesaan.
"Tiga minggu lalu saya ke Banjarmasin, Kalsel, yang juga memiliki banyak ulama-ulama besar. Para umarahnya (pemimpin) juga luar biasa. Tapi saya kaget sekali ketika berkunjung ke salah satu media, dan mereka sampaikan kalau gay di sana sudah menembus angka 19 ribu," kata Khofifah heran.
Si Bunda Muslimat NU ini juga mengakui, dari berbagai survei dilakukan kemensos, kerusakan moral juga kerap terjadi di lingkungan-lingkungan pesantren. Untuk itu, Khofifah mengajak para ulama, para kiai, para tokoh agama untuk mengubah peta dakwahnya.
"Para gay ini sudah sangat terbuka. Mereka bangga menyampaikan nggak apa-apa laki dengan laki. Sementara untuk lesbi, jumlahnya mencapai 11 ribu. Mereka juga sangat terbuka, bangga dan dipertontonkan pada masyarakat. Ini PR besar kita bersama," ucapnya lagi.
Tak hanya soal LGBT, Khofifah juga menyebut kasus HIV/AIDS di Indonesia juga cukup tinggi. Khususnya Jawa Timur yang menempati ranking pertama. "Ketika saya diberi amanat menjadi Mensos, saya kaget karena Jatim menempati rangking pertama daerah terinfeksi AIDS di Indonesia. Padahal untuk bisa terinfeksi AIDS masa inkubasinya 10-15 tahun," ungkapnya.
"Kurang apa di Jatim, istighotsah jalan terus. Begitu juga yang zikrul ghofilin maupun manakiban. Lalu kenapa bisa nomor satu? Setelah kita sisir ternyata dulunya lokalisasi terbanyak di Indonesia berada di Jawatussyarkiyah (Jawa Timur). Ini karena Jatim terlalu toleran masalah tempat," sambung Khofifah.
Contoh tak aman lain. Kata Khofifah, di Sidoarjo, banyak anak yang kelahirannya tak diinginkan orang tuanya. Saat ini, anak-anak itu tinggal di Ponpes Millenium. "Di sana, terdapat hampir 300 anak. Anak-anak ini lebih dari 50 persen disabilitas akibat saat kehamilan ibunya minum bermacam-macam jamu, supaya keguguran. Karena nggak gugur maka anak ini lahir dalam keadaan disabilitas," ungkapnya.
Sementara untuk memberi semangat dan penguatan, pengelola Pondok Milenium memberi nama anak-anak tersebut para tokoh Indonesia, termasuk nama Khofifah Indar Parawansa.
"Terus saya tanya ada nggak nama Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid)? Jawab pengelolanya: Waduh kalau Gus Dur nggak berani, takut kuwalat. Kalau nama-nama tokoh dunia, termasuk Presiden AS Barrack Obama ada," katanya.
Jadi problemnya adalah, masih kata Khofifah, aman menurut TNI/Polri beda menurut para kiai NU dan hababib. "Ini PR berat bagi kita semua kalau kita nggak intervensi dari awal, dan lewat pemaparan itulah yang saya maksud dengan pesantren butuh peta baru dalam berdakwah," tandasnya.