Kisah Bripka Joko 23 Tahun Gali Kubur di Samarinda, Dulu Cari Uang Sekarang Buat Amal
Keseharian Bripka Joko Hadi Afrianto, personel Polsek Samarinda Ulu di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, bisa menginspirasi banyak orang. Selain aktif di Kepolisian, dia juga melakoni tugas sebagai penggali kubur selama 23 tahun.
Keseharian Bripka Joko Hadi Afrianto, personel Polsek Samarinda Ulu di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, bisa menginspirasi banyak orang. Selain aktif di Kepolisian, dia juga melakoni tugas sebagai penggali kubur selama 23 tahun.
Joko yang lahir di Berau 6 April 1987 itu merupakan Ketua Perkuburan Muslimin di Jalan Ulin, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Merdeka.com menemuinya di lokasi itu untuk melihat lebih dekat aktivitasnya dia menggali kubur.
-
Apa yang membuat kisah ini menjadi inspiratif? Kisah anak sopir berhasil lolos seleksi anggota Polri ini sontak mencuri perhatian publik.
-
Apa itu inspirasi? Inspirasi adalah tindakan atau kekuatan untuk melatih pengaruh yang mengangkat atau menstimulasi kecerdasan atau emosi.
-
Siapa yang menginspirasi dengan kisahnya? Perempuan 22 tahun itu baru saja mengikuti program Singapore-Indonesia Youth Leaders Exhange Program (SIYLEP). Dia didapuk menjadi Duta Pemuda Indonesia 2023 dan mewakili Provinsi Banten di Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yang diselenggarakan oleh Kemenpora RI. Kisahnya turut menginspirasi. Banten provinsi wisata dan budaya Disampaikan Sheila, dirinya bersama 34 perwakilan dari berbagai daerah di Indonesia lainnya bertandang ke Singapura selama lima hari.SIEYLAP sendiri mengusung tema pariwisata yang dikenalkan secara maksimal oleh dirinya. "Sekaligus memperkenalkan tentang Banten dan mengenalkan potensi wisata Banten kepada delegasi Singapura.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Siapa yang memberikan apresiasi kepada Polri? Mahasiswa Apresiasi Polri atas hasil survei Litbang Kompas baru-baru ini.
-
Bagaimana perjalanan karier Kompol Syarif di Polri? Dalam podcast dengan SDM POLRI TODAY, Syarif awalnya mambagikan perjalanan dirinya bisa akhirnya menjadi seorang anggota Polri. Sebagaimana diketahui, Syarif sempat gagal tes di Akademi Militer dan Akademi Angkatan Laut. Namun, Ia kini berhasil menjadi anggota Polri.
"Saya sudah gali kubur sejak kelas 2 SMP. Jadi sampai sekarang hampir 23 tahun gali kubur. Sedangkan saya jadi polisi hampir 17 tahun. Jadi, duluan saya sebagai tukang gali kubur, kemudian jadi polisi," kata Joko dalam perbincangan bersama merdeka.com, Rabu (22/3).
Ikuti Jejak Ayah
Ayah Joko juga seorang anggota Polri. Kehidupan pas-pasan semasa dulu membuat orang tuanya menambah penghasilan dengan menggali kubur. Joko muda pun semangat membantu ayahnya.
"Kalau dulu gali kubur karena tidak punya uang. Ayah saya, Alhamdulillah juga polisi. Cuma waktu itu beliau cuma pangkat tamtama. Jadi jauh sebelum saya menjadi polisi, saya sudah bekerja (menggali kubur) ini," ujar Joko.
Bertugas sebagai penggali kubur bukan tanpa suka duka. Sukanya, pekerjaan itu untuk mencari amal selama hidup di dunia. Sedangkan dukanya, terkadang dia bersama warga yang juga bekerja sebagai gali kubur mendapat keluhan dari masyarakat.
"Karena yang gali kubur ini bukan kami saja, ada yang lainnya. Cuma kadang pihak lain itu menggali dan tidak mengembalikan (tanah) ke tempatnya. Jadi ahli waris (kuburan lain) komplain ke kami," cerita Joko.
Sisihkan Penghasilan untuk Kelola Perkuburan
Sebagai personel Polri, aktivitas Joko sebagai penggali kubur untuk membantu masyarakat justru mendapat dukungan dari pimpinannya di Samarinda.
"Kalau soal membagi waktu, pimpinan saya Alhamdulillah memberi kelonggaran sebagai kegiatan di luar kantor. Itu juga sebagai bagian dari amanat Undang-Undang No 02 Tahun 2022 tentang tugas Polri melindungi dan mengayomi masyarakat," terang Joko.
Untuk merawat Pekuburan Muslimin di Jalan Ulin, kata Joko, pengeluaran rutin mencapai hingga Rp6 juta setiap bulan. Rinciannya untuk listrik Rp100 ribu, air bersih Rp 200 ribu, obat rumput Rp1,7 juta, upah semprot rumput Rp130 ribu per orang untuk 3 orang, dan juga upah membersihkan botol di sekitar makam dengan memberdayakan ibu rumah tangga di sekitar pemakaman Rp700.000. Tidak jarang dia menutupi pengeluaran dengan menyisihkan gajinya sebagai personel Polri.
"Untuk jaga pos Rp300 ribu. Sekira Rp6 juta per bulan. Kalau pendapatan Rp 2,5 juta-Rp 3 juta. Karena kebutuhan di pemakaman ini tiap bulan banyak, sedangkan pendapatan minim, jadi tiap bulan saya membantu menutupi pengeluaran. insyaallah ada berkahnya," jelas Joko.
"Alhamdulillah juga ada sumbangan dari kotak amal, ada dari sumbangan sukarela RT di empat kelurahan. Saya juga nyambi jual air, jual kembang, jual pasir dan bata buat nutupin pengeluaran," imbuh Joko.
Berharap Ada Lahan Baru
Karena pemakaman semakin padat, Joko berharap ada wakaf lahan untuk perluasan area pemakaman. "Harapan saya kalau bisa karena sekarang mulai padat dan ada lahan Inhutani, tanah kosong, siapa tahu pemerintah bisa menjadikannya sebagai wakaf buat warga. Ya, pelebaran pemakaman itu intinya," sebutnya.
Joko pun punya alasan dia masih menjadi tukang gali kubur di samping tugas utamanya sebagai personel Polri yang sudah berpenghasilan tetap.
"Bagaimana ya? Saya tidak mau meninggalkan (sebagai penggali kubur). Kalau bilang orang-orang jangan buang masa lalu. Kan saya dari dulu besarnya, hidup dari penghasilan gali kubur. Jadi tetap saya kerjakan," ungkap Joko.
"Kalau dulu jadi mata pencaharian, kalau sekarang saya kerjakan karena saya mencari amal. Sampai sekarang, mungkin ada hampir 1.000 makam yang saya gali. Karena sempat sehari 14-15 galian. Tapi sekarang 4-5 galian sudah tidak tahan pinggang saya," tutup Joko sambil tersenyum mengakhiri perbincangan.
(mdk/yan)