Kisah pemuda penyebar teks proklamasi ke penjuru nusantara
Banyak pahlawan yang tidak dikenal dalam perjuangan bangsa. Termasuk para pemuda yang menyebarkan stensilan proklamasi.
Banyak sosok pahlawan yang tidak dikenal dalam perjuangan bangsa ini. Termasuk mereka, para pemuda yang menyebarkan stensilan berisi naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Hari Jumat 17 Agustus 1945 adalah hari di mana presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno membacakan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Hari itu dijadikan hari keramat oleh seluruh bangsa Indonesia, tanpa terkecuali oleh kaum pergerakan, kaum pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia, kelompok pemuda pejuang dari berbagai golongan.
Setelah mendengar Soekarno mengumandangkan kemerdekaan Indonesia, para pemuda ini berinisiatif untuk terus menggelorakan semangat kemerdekaan ke berbagai penjuru nusantara dengan cara menyebarkan teks proklamasi ke Sumatera, Kalimantan, dan titik-titik lainnya yang sudah menjadi bagian dari Indonesia.
Dikutip dari buku Menteng 31 karangan AM Hanafi, tidak perlu banyak waktu untuk mengumpulkan sukarelawan, banyak para pemuda datang ke Menteng 31 dan kebanyakan dari mereka adalah para pemuda-pemuda harapan bangsa. Mereka yang datang menyatakan siap menyebarkan stensilan Proklamasi dan siap terjuan ke dalam kancah revolusi kemerdekaan di daerah itu demi mewujudkan tuntutan proklamasi.
Beberapa nama pemuda yang dikirim ke Sumatera itu adalah M. Zaelani anggota Barisan Pemuda Gerindo, Uteh Riza Yahya anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API) Menteng 31, pemuda asal Palembang yang kemudian menikah dengan anak angkat Bung Karno yang bernama Sukarti dan kemudian namanya diganti oleh Bung Karno menjadi Kartika. Lalu dalam rombongan itu turut serta Sulistio sang guru Taman Siwa dan juga Sri yang kemudian menjadi istri Sulistio. Kemudian Mariawati Purwo yang pernah turut dalam Lembaga Putri pimpinan Sukendah.
Turut serta dalam rombongan itu adalah Ahmad Tahir yang mahasiswa, ayahnya adalah asal Jawa yang hidup dan tinggal di Medan, karena itu Ahmad disebut "jadel" (Jawa-Deli), namun pada zaman penjajahan Jepang hubungan dengan orang tuanya di Medan terputus. Di zaman Orde Baru pemuda ini dikenal sebagai Jenderal Ahmad Tahir dan pernah menjadi duta besar RI di Paris, Prancis.
Adapun para pemuda yang dikirim ke Kalimantan adalah Masri. Dia masih mempunyai hubungan keluarga dengan Pangeran Mohammad Noor yang menjadi Gubernur Kalimantan sebelum akhirnya dimekarkan menjadi beberapa provinsi.
Masih banyak para pemuda yang menyebarkan teks proklamasi tersebut, ada rombongan yang yang berangkat ke Sulawesi. Merekalah yang mengobarkan semangat Proklamasi ke seluruh penjuru negeri. Mereka menyeberang pulau Jawa dengan menggunakan perahu, bayangkan saja pengorbanan demi pengorbanan, penderitaan demi penderitaan yang mereka alami dengan penuh kerelaan tanpa mengharapkan bintang jasa ataun tanda penghargaan jenis apapun. Yang mereka harapkan hanyalah kemerdekaan dan kebangkitan bangsa.
Republik ini boleh jadi tidak lagi mengenal nama-nama mereka, tapi mereka tetaplah pahlawan, pahlawan-pahlawan tak dikenal yang tak terbilang banyaknya dan mereka adalah pahlawan sesungguhnya.