Kisah rekening kurus & Jenderal polisi jujur sampai dibilang gila
Semua fasilitas dia kembalikan. Jenderal Hoegeng tak punya mobil sampai mau naik bus kota.
Komjen Budi Gunawan tersandung kasus rekening mencurigakan di KPK. Calon tunggal Kapolri Presiden Jokowi ini pun jadi sorotan. Memilukan jika calon orang nomor satu di Korps Bhayangkara dibayangi rekening gendut.
Bicara rekening gendut, bandingkanlah dengan Jenderal Hoegeng. Mantan Kapolri dan jenderal terjujur yang pernah dimiliki Indonesia.
Kira-kira berapa rekening yang dimiliki Hoegeng?
Tak diketahui pasti jumlahnya. Namun dijamin rekeningnya kurus. Bahkan membuat para polisi terharu.
Tahun 1971 Hoegeng dicopot Soeharto gara-gara mengusik bisnis penyelundupan yang diduga dekat dengan keluarga Cendana. Setelah serah terima jabatan, dia mengembalikan seluruh inventaris milik kepolisian. Hoegeng nyaris tak punya harta apa-apa.
Pengganti Hoegeng, Jenderal Polisi M Hasan sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan Hoegeng. Dia yang sangat akrab dengan Hoegeng ini sampai mendamprat Hoegeng. Kisah ini ditulis dalam biografi Hoegeng, Polisi: Idaman dan Kenyataan karya Ramadhan KH dan Abrar Yusra terbitan Pustaka Sinar Harapan.
"Kamu kok gila-gilaan, kok, semua barang kamu kembalikan?" kata Hasan.
"Habis kan memang bukan milik saya!" balas Hoegeng.
"Kamu masih punya mobil?" tanya Hasan lagi.
"Ya enggak dong!" kata Hoegeng.
"Pergi ke mana-mana naik apa nanti?" Hasan geleng-geleng lagi.
"Naik mercedes," Hoegeng ketawa. "Naik bis kotanya Ali Sadikin (gubernur DKI saat itu)."
Hasan terdiam. Dia menatap Hoegeng terharu. Mungkin sedih membayangkan nanti jenderal polisi ini harus kemana-mana naik bus. Betapa menyedihkan.
Dengan suara berat Hasan menawarkan meminjamkan Hoegeng mobil. Dia tahu Hoegeng pasti menolak kalau diberi cuma-cuma.
Itulah sosok Jenderal Hoegeng. Teladannya jadi legenda. Diceritakan dari satu generasi ke generasi polisi lain. Tapi rupanya sedikit yang meneladani.
Ada juga sosok para jenderal lain berekening kurus. Mereka hidup terhormat, polisi hebat, dan meninggalkan nama harum sepanjang masa.
Simak kisah-kisah lain yang bakal bikin terharu:
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Kapan Tiko Aryawardhana memenuhi panggilan polisi? Tiko Aryawardhana, suami penyanyi Bunga Citra Lestari memenuhi panggilan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan. Ia diperiksa terkait laporan Arina Winarto (AW) yang merupakan mantan istrinya soal dugaan penggelapan dana Rp6,9 miliar.
-
Buah apa yang sering diincar polisi? Buah yang sering diincar polisi?" Buahndar narkoba.
-
Siapa yang ditangkap polisi? "Kami telah mengidentifikasi beberapa pelaku, dan saat ini kami baru menangkap satu orang, sementara yang lainnya masih dalam pengejaran," ujar Kusworo.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Siapa yang menjemput Gunawan di pos polisi? Beberapa jam kemudian keluarga Gunawan menjemput di pos Terpadu Polres Sumedang Polda Jabar dan bisa melanjutkan perjalanan mudik menuju Tangerang," terang Abraham.
Mati-matian hidupi keluarga
Selepas dipensiunkan dari jabatannya sebagai Kapolri, dia tetap diberi uang pensiun dengan nominal amat kecil selama puluhan tahun.
"Sampai 2001 pensiunan bapak cuma sepuluh ribuan. Setelah 2001 ada penyesuaian jadi satu jutaan," kata anak Hoegeng, Aditya Hoegeng selepas peluncuran buku ayahnya berjudul 'Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan' di toko buku Gramedia PIM, Jakarta, Minggu (17/11).
Tentu dengan uang sejumlah ini, Hoegeng mati-matian menghidupi istri dan tiga anaknya. Setelah dipensiunkan di umurnya ke 49, Jenderal ini banting setir menjadi pelukis.
"Dari pensiun hidup dari melukis kadang lukisannya dijual," tambah anak lelaki satu-satunya ini.
Tahun demi tahun keluarga Hoegeng melalui harinya dengan sulit. Namun ekonomi pas-pasan tak membuat Hoegeng dan keluarga menyerah pada keadaan dan menggadaikan ideologinya.
"Kami enggak pernah merasa seperti anak pejabat. Di balik bapak ada istri yang hebat," kenang Aditya.
Anak Kapolri kerja di bengkel
Hoegeng tak pernah mengistimewakan anak-anaknya. Jangankan mobil, motor saja mereka tak punya. Kontras benar dengan anak-anak pejabat yang lain. Padahal anak jenderal.
"Kami juga ingin punya kendaraan bermotor atau mobil. Namun pikiran seperti itu bisa kami atasi dengan cara hidup kami yang sederhana," kata Aditya dalam sambutannya untuk buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang (hal 263).
Semasa kuliah, Aditya bekerja di sebuah bengkel dan toko suku cadang milik Henky Irawan, pembalap terkemuka saat itu. Aditya tak malu, yang penting halal. Uang itu digunakan untuk menambah biaya kuliahnya.
"Bapak tak melarang saya bekerja di mana pun. Beliau hanya berpesan, dimana pun dan apa pun posisimu, bekerjalah dengan benar," beber Aditya menirukan Hoegeng.
Hoegeng pun melarang Aditya masuk polisi, atau memberikan katebelece agar anaknya bisa diterima di Akademi Angkatan Udara. Bagi Hoegeng itu haram. Aditya sempat marah pada ayahnya. Tapi dia kemudian paham maksud bapaknya yang mengajari soal integritas.
"Kami bertiga bangga jadi anak Hoegeng Imam Santosa," kata Aditya.
Jenderal pinjam uang mertua buat belanja
Bapak korps lalu lintas Polri, Irjen Ursinus Ellias Meddelu hidup pas-pasan. Ursinus menjabat komandan lalu lintas Polri tahun 1965-1972. Tujuh tahun dia berada di lingkungan yang sangat 'basah'. Tapi jenderal ini sama sekali tak berfikir untuk korupsi.
Gajinya saat itu sebagai Brigjen Polisi tak besar. Karena cuma mengandalkan gaji, Ursinus bahkan terpaksa ngutang sama mertua untuk membiayai istri dan delapan anaknya.
Secara gamblang Ursinus mengakui, untuk ukuran seorang Jenderal kehidupannya sangat memprihatinkan. Uang pensiunannya tak cukup membiayai keluarganya. Tapi dia tak menyesal. Buatnya, kemewahan yang berasal dari hasil korupsi malah membuatnya lebih menderita.
Setiap menghadapi masalah keuangan, untungnya Ursinus merasa Tuhan selalu memberinya jalan. Melalui mertuanya (orangtua Napa) yang hidup berkecukupan, Jenderal polisi itu malah harus meminjam uang untuk sekadar mengisi perut anak-anak dan istrinya.
"Napa (istri Ursinus) biasanya meminjam uang dulu dari ibu saat kita sangat membutuhkan. Tapi kita disiplin, setelah gajian harus dibayar kembali," kisahnya dalam buku buku Bhayangkara Pejuang Melawan Penjajah dan Arus Korupsi, terbitan Gramedia Pustaka.
Jenderal tak punya lemari
Irjen (Purn) Pol Ursinus Ellias Medellu mungkin layak dinobatkan jadi jenderal polisi lalu lintas paling jujur. Selama hidupnya, Ursinus antikorupsi dan anti disogok. Dia memilih jadi orang jujur walau harus hidup mengirit.
Jangankan segepok uang, sebuah almari dari seorang kontraktor pun dia tolak. Ceritanya begini, Polwan Hajaty Chambo yang menjadi sekretaris Ursinus suatu hari datang ke kediaman bosnya itu. Saat itu Hajaty terperanjat saat melihat isi rumah sang Jenderal sangat sederhana, bahkan tak punya almari.
Merasa prihatin, Hajaty lantas berinisiatif menghubungi seorang kontraktor yang saat itu menjadi rekanan proyek di Ditlantas untuk membelikan lemari. Keluhan Hajaty langsung didengar dan lemari yang merupakan hadiah dari si kontraktor tiba di rumah Ursinus.
Hajaty yakin setibanya di rumah, bos nya akan senang melihat sudut ruangan ada almari baru. Boro-boro tersenyum dan mengucapkan terima kasih, Ursinus malah emosi saat tahu lemari itu diberi gratis oleh seorang kontraktor.
"Ketika diberi tahu (asal lemari), beliau menyuruh saya mengembalikannya," tutur Hajaty dalam buku berjudul Bhayangkara Pejuang Melawan Penjajah dan Arus Korupsi, terbitan Gramedia Pustaka.