KLHK Klaim Berhasil Kurangi Emisi Perusak Lapisan Ozon
Indonesia berhasil menurunkan HCFC sebesar 37,5 persen di tahun 2020 dan 55 persen di tahun 2023
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan Indonesia berhasil menurunkan HCFC (Hydrochloroflourocarbon) sebagai upaya perlindungan lapisan ozon di atmosfer bumi, di Puncak Hari Ozon Sedunia.
Peringatan yang digelar di mal Botani Square Kota Bogor, Senin (16/9), merupakan bagian dari World Ozone Day (WOD) 2024 yang jatuh pada tanggal 16 September. WOD tahun ini mengambil tema Advancing Climate Action atau “Tingkatkan Aksi Iklim, Ozon Aman”.
- KLHK Setop Kegiatan 11 Perusahaan Sebabkan Polusi Udara di Jabodetabek, Ini Daftarnya
- KLHK Ingatkan Peran Penting Industri dan Masyarakat Cegah Kerusakan Lingkungan
- Indonesia Jadi Negara Penyumbang Sampah Terbesar Kedua di Dunia, Ternyata Ini Penyebabnya
- Menteri LHK Beberkan Kemajuan Indonesia Atasi Perubahan Iklim
Menteri LHK Siti Nurbaya dalam sambutannya menyampaikan Panel Penilaian Ilmiah yang didukung PBB untuk Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang Merusak Lapisan Ozon, melalui laporan empat tahunan, mengonfirmasi penghapusan hampir 99 persen bahan perusak ozon yang dilarang.
Ia memaparkan, Indonesia berhasil menurunkan HCFC sebesar 37,5 persen di tahun 2020 dan 55 persen di tahun 2023.
Siti Nurbaya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap seluruh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, semua pihak penggerak dan pelaksana aksi-aksi perlindungan lapisan ozon di Indonesia.
“Jika kebijakan saat ini tetap berlaku dan diimplementasikan, lapisan ozon diperkirakan akan pulih sekitar tahun 2066 di Antartika, tahun 2045 di Arktik, dan tahun 2040 di seluruh dunia,” jelasnya.
Siti Nurbaya mengatakan upaya menghilangkan bahan perusak ozon telah memperlambat pemanasan global secara signifikan.
“Tanpa intervensi, penipisan ozon yang tidak terkendali dan radiasi UV-B yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi kapasitas vegetasi untuk menyerap karbon dioksida (CO2), dan berdampak bagi kesehatan manusia, antara lain meningkatkan risiko kanker kulit dan katarak,” ucapnya.
Keberhasilan tersebut, kata dia, ditingkatkan dengan diadopsinya Amandemen Kigali yang mengatur ketentuan pengurangan konsumsi Hidrofluorokarbon (HFC), yang bukan bahan perusak ozon, namun termasuk gas rumah kaca yang kuat.
“Sehingga, upaya penerapan Protokol Montreal tidak hanya untuk memastikan lapisan ozon terjaga, tapi juga meningkatkan aksi iklim,” kata Siti Nurbaya.
Oleh karenanya, katanya, pengurangan konsumsi HFC tersebut akan dimasukkan ke dalam komitmen pengurangan emisi Indonesia sebagai gas baru, dalam dokumen Second NDC di sektor Proses Industri dan Penggunaan Produk yang akan dilaporkan ke UNFCCC.
Sesuai ketentuan Amendemen Kigali, lanjut Siti Nurbaya, pengurangan konsumsi HFC akan dimulai pada tahun 2029 sebesar 10 persen, dan secara bertahap di tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2045 sebesar 80 persen dibandingkan baseline.
“Dengan begitu, penerapan Protokol Montreal tidak hanya untuk memastikan lapisan ozon terjaga, tapi juga meningkatkan aksi iklim,” ujarnya