Lewat Cara Ini, Indonesia Bisa Dongkrak Nilai Ekspor Kelapa 10 Kali Lipat
Perubahan iklim berdampak degradasi lahan, hingga berkurangnya minat petani masuk ke sektor industri pengolahan kelapa.
Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045. Dalam dokumen ini, Indonesia menetapkan target untuk mendongkrak nilai ekspor kelapa hingga 10 kali lipat dalam 20 tahun ke depan.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menekankan, pemerintah tak ingin memulai hilirisasi kelapa dengan cara biasa. Khususnya setelah dunia beralih kepada program keberlanjutan dan ramah lingkungan.
"Saya kira kita harus mengubah cara pandang kita terhadap kelapa. Kelapa tidak bisa lagi kita lihat sebagai sesuatu dengan pandangan-pandangan tradisional yang lalu," tegas Suharso dalam peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Kelapa, Senin (30/9).
Menurut dia, pelaku usaha wajib melihat keserbagunaan kelapa seraya mengikuti perkembangan bioteknologi hari ini, yang telah membuahkan banyak inovasi di sektor industri kelapa.
"Paling tidak dimulai dengan biomassa, bioavtur. Kita lihat juga hubungan inovatifnya antara bioteknologi dan industri kelapa," imbuh Suharso.
Menurut dia, program hilirisasi ini juga memiliki peluang dalam pengembangan bioselulosa yang berasal dari kelapa untuk produksi baterai listrik ramah lingkungan. Juga potensi untuk dimanfaatkan menjadi biocoating atau cat pelapis ramah lingkungan.
"Turunan kelapa terus berkembang pemanfaatannya, penggunaan santan kelapa sebagai susu vegan, dan juga potensi kegunaan yang luas dari produk kelapa olahan lainnya, saya kira patut untuk menjadi catatan kita dalam rangka proses hilirisasi kelapa ke depan," pintanya.
Tantangan Hilirisasi Kelapa
Namun begitu, Suharso melihat ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan program hilirisasi kelapa. Salah satunya, pemerintah dan pelaku usaha kerap kedodoran jika menghadapi permintaan dalam jumlah terlalu besar.
"Begitu kita menghadapi permintaan yang sifatnya kontinyu dan konsisten, langsung kita terkapar. Kita enggak punya. Padahal kesempatannya begitu besar," singgung dia.
Oleh karenanya, ia mengajak instansi pemerintah daerah (pemda) untuk mulai menghidupkan perkebunan kelapa di daerahnya. Pasalnya, dunia saat ini dihadapkan pada isu perubahan iklim, degradasi lahan, hingga berkurangnya minat petani maupun pekebun untuk masuk ke sektor industri pengolahan kelapa.
"Kalau itu bisa dilakukan, dan peremajaan juga bisa dilakukan dengan baik, dan bisa menghitung ketersediaannya secara kontinyu, maka persoalan klasik atas discontinue supply bisa kita atasi," kata Suharso.
"Karena itu, pertanian kelapa ke depan sebaiknya harus mempertimbangkan, saya beberapa kali mencetuskan pertanian regeneratif yang memuliakan lahan, memulihkan lahan, dan menjaga keanekaragaman hayati sedemikian rupa. Utamanya itu memelihara kesehatan tanah," tuturnya.