Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE
Komnas Perempuan mencatat pengaduan kekerasan berbasis siber mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat di tahun 2020.
Tim Kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terus menghimpun pelbagai masukan dari para pakar dan narasumber. Tak luput dari pembahasan, suara dari kalangan aktivis perempuan juga menjadi sorotan tim pengkajian.
Dalam Focus Grup Discusion (FGD) lanjutan yang berlangsung secara virtual pada Rabu (17/3), tim kajian meminta masukan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dan Komnas HAM yang diwakili Sandrayati Moniaga. Menurut Andy Yentriyani, Komnas Perempuan mencatat pengaduan kekerasan berbasis siber mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat di tahun 2020.
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Mengapa Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum untuk melindungi hak anak di ruang digital? Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum perlidungan hak anak di ruang digital. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen APTIKA) Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan Perubahan Kedua (UU ITE) akan meningkatkan perlidungan anak-anak yang mengakses layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
-
Bagaimana menurut Menkominfo Budi Arie, revisi UU ITE jilid II dapat menjaga ruang digital di Indonesia? Yang pasti kan pemerintah ingin menjaga ruang digital kita lebih kondusif dan lebih berbudaya.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
Dari sejumlah pengaduan, UU ITE kerap kali digunakan dalam kasus seperti KDRT, kasus kekerasan seksual, dan kasus korban eksploitasi seksual. Dia juga menilai, Undang-undang ITE diskriminatif terhadap perempuan.
"Dalam kasus korban eksploitasi seksual dan pembalasan melalui penyebarluasan materi bermuatan seksual, di mana korban menjadi salah satu subjek, UU ITE dan UU Pornografi paling banyak digunakan," kata Andy dalam keterangan tertulis, Kamis (18/3).
Sementara untuk kasus KDRT, ataupun kekerasan seksual kata dia, para korban menyampaikan pengalamannya ataupun kekesalannya melalui ruang siber. Tetapi semua dipukul rata menggunakan UU ITE.
Andy menambahkan, Komnas Perempuan tengah menyoroti sejumlah pasal UU ITE yang bersifat sumir. Menurut Andy, Komnas Perempuan menilai ada beberapa pasal tidak memuat kemudahan khusus bagi perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan, melainkan membuat perempuan menjadi pihak yang dikriminalkan melalui UU ITE.
"Pertama adalah tentang frasa-frasa di dalam sejumlah pasal dalam UU ITE bersifat sangat sumir. Misalnya pada pasal 27 ayat 1, dengan muatan yang melanggar (kesusilaan), ini sudah bolak balik dipermasalahkan," ujar Andy.
Selain pasal 27 ayat 1, Komnas Perempuan juga menyoroti sejumlah pasal seperti pasal 27 ayat 3 terkait penghinaan atau pencemaran nama baik dan pasal yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi di pasal 29.
Sementara itu, Sendrayati Moniaga Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM menegaskan sikap Komnas HAM yang mendukung revisi UU ITE. Hal tersebut demi melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Komnas HAM juga tengah menyusun standar norma dan pengaturan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang bisa digunakan sebagai acuan dalam proses revisi UU ITE.
"SNP bisa menjadi pedoman bagi aparat negara untuk memastikan tidak ada kebijakan dan tindakan pembatasan dan atau pelanggaran terhadap hak dan kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata dia.
Dia menilai hal tersebut bisa menjadi pedoman bagi individu dan kelompok agar memahami tindakan pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hal tersebut kata dia untuk bisa memastikan hak asasinya terlindungi, dan tidak melakukan tindakan diskriminatif.
Sementara itu usai menerima masukan dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo mengakui mendapatkan masukan yang berbeda dalam FGD yang berlangsung sebelumnya. Dia mengatakan Komnas Perempuan dan Komnas HAM mengutarakan dorongan untuk dilakukannya Revisi UU ITE.
"Ini menjadi satu masukan dalam perspektif yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Kemarin kita bertemu dengan akademisi menyampaikan pandangan-pandangannya," ujar Sugeng.
Baca juga:
Polri: Virtual Police Tak Masuk ke Akun WhatsApp, Usut Konten saat Ada Laporan
Aksi Jenderal Listyo Sigit Benahi Polri
Pakar Hukum Pidana dan Siber Persoalkan Pasal Multitafsir Dalam UU ITE
Virtual Police Periksa Netizen Komen 'Taunya Cuma Dikasih Jabatan' di Akun Gibran
Sebut Gibran Dikasih Jabatan, Pemuda Tegal Ditangkap Polisi
Terbentur SOP Polisi, Moeldoko akan Dihadirkan Langsung Laporkan Andi Mallarangeng