Konflik agraria warisan Orde Baru, tanah dikuasai pihak asing
Konflik pertanahan sulit diselesaikan. Akar masalahnya sudah puluhan tahun lalu.
Hingga saat ini konflik agraria atau pertanahan menjadi masalah sulit dituntaskan. Hal itu dipengaruhi politik agraria nasional di masa lampau yang lebih mementingkan pihak asing ketimbang penduduk lokal.
"Akar masalahnya politik agraria nasional lampau yang kapitalis dan liberalistik," kata Anggota Dewan Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria, Usep Setiawan dalam workshop wartawan di bidang pertanahan, di Hotel Amos Cozy, Jakarta Selatan, Selasa (16/9).
Menurut Setiawan, politik agraria di masa orde baru lebih menguntungkan pihak asing ketimbang pemilik lahan dan tanah lokal. Sehingga terjadi ketimpangan kepemilikan tanah hingga sekarang.
"Ketimpangan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah menjadi masalah pokok agraria karena politik agraria nasional di masa lampau," kata Setiawan.
Bukan hanya konflik dan sengketa agraria, lebih lanjut dia mengatakan, empat masalah lain timbul dari masalah konflik agraria nasional yang tak kunjung tuntas.
"Ketidakadilan dan kesenjangan sosial, kemiskinan dan pengangguran meluas, krisis multidimensi, dan degradasi kualitas lingkungan," ujar dia.
Oleh karena itu, tujuan reforma agraria direformasikan kembali seperti menata kembali ketimpangan P4 tanah, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi terutama tanah.
"Mengurangi sengketa atau konflik pertanahan dan keagrariaan, memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan ketahanan pangan dan energi nasional," pungkasnya.