Korupsi proyek pasar, Kadisperindag Medan divonis penjara 22 bulan
Syahrizal Arief terbukti korupsi dalam proyek perbaikan Pasar Kapuas Belawan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan, Syahrizal Arief, dinyatakan bersalah melakukan korupsi dalam proyek rehabilitasi dan revitalisasi Pasar Kapuas Belawan, merugikan negara Rp 751 juta. Atas perbuatannya, dia dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Syahrizal Arief terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Ahmad Sayuti, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Selasa (8/3).
Selain hukuman penjara, Syahrizal juga didenda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Sementara uang Rp 200 juta dititipkan kepada JPU ditetapkan sebagai uang pengganti kerugian negara.
Syahrizal dinyatakan terbukti korupsi. Dia terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hukuman dijatuhkan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yarmasari meminta majelis hakim menghukum Syahrizal dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menyikapi putusan majelis hakim, Syahrizal menyatakan pikir-pikir. Sikap serupa disampaikan JPU.
Dalam perkara ini, Syahrizal melakukan korupsi bersama Direktur Prima Design, Tuapril Harianja. Dia merupakan rekanan Dinas Perindag Medan dalam proyek renovasi dan revitalisasi Pasar Kapuas Belawan.
Syahrizal didakwa merugikan negara dalam renovasi dan revitalisasi Pasar Kapuas Belawan. Proyek itu mendapat kucuran dana Rp 3 miliar dari Kementerian Perdagangan. Duit itu diperoleh dari APBN-P 2012.
Dalam proyek ini, Syahrizal Arif sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) terbukti mengarahkan mengubah adendum dan mengurangi volume pekerjaan. Dia pun turut meneken laporan pengawasan, sehingga dianggap bertanggung jawab terhadap kerugian negara Rp 751 juta lebih. Angka kerugian itu didasarkan pada penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Sumatera Utara.