KPK bakal jerat Fuad Amin dengan pasal penyalahgunaan wewenang
KPK juga masih menelusuri seluruh pemberi suap Fuad Amin selama menjadi Bupati Bangkalan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto membuka sedikit demi sedikit sangkaan baru terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangkalan, Madura, KH Fuad Amin Imron. Menurut dia, Fuad juga dijerat soal penyalahgunaan wewenang, merugikan keuangan negara, dan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan.
"Penyalahgunaan wewenang. Pasal 2 dan pasal 3. Nanti akan kita jelaskan," kata Bambang kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/12).
Bambang enggan mengungkap ketika disinggung apakah Fuad ikut menerima setoran dari pihak lain saat masih menjadi Bupati Bangkalan terkait kontrak jual beli gas alam. Tetapi, dia hanya membenarkan kalau bukti-bukti penyimpangan Fuad lainnya sudah terkuak.
"Saya mau jawab, bisa kemungkinan iya," ujar Bambang.
Bambang menyatakan, pengembangan penyidikan itu menjadi landasan penyidik buat melakukan penyitaan terhadap beberapa aset milik Fuad. Dia menyatakan berdasarkan sprindik itu, penyidik mulai membidik perbuatan Fuad semasa menjabat Bupati Bangkalan. Meski begitu, dia tidak merinci pasal baru apa disangkakan kepada ayah Bupati Bangkalan, Makmun Ibnu Fuad alias Ra Momon.
"Penyitaan-penyitaan itu baru bagian dari pengembangan penyidikan sesuai yang sprindik baru itu. Sebagai penyelenggara negara atau kepala daerah 2006," ujar Bambang.
Soal pengenaan pasal dugaan tindak pidana pencucian uang kepada Fuad, Bambang menyatakan hal itu masih dikaji lagi. Pernyataannya berbeda dengan disampaikan sejawatnya, Adnan Pandu Praja, memastikan Fuad bakal dijerat pencucian uang. Meski demikian, dia menyatakan tidak menutup kemungkinan Fuad bakal disangkakan melakukan pencucian uang.
"Kemungkinan seperti itu. Tapi sedang dalam kajian," ucap Bambang.
KPK akhirnya menetapkan Ketua DPRD Bangkalan, Jawa Timur, KH Fuad Amin Imron, dan anak buahnya Abdul Rauf, serta Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko dan Anggota TNI AL Kopral Satu Darmono sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, gratifikasi atau pemberian itu terkait penyimpangan perjanjian jual beli gas buat Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan.
Serah terima duit itu dilakukan di Jakarta. Yakni tepatnya di Gedung AKA di Bangka Raya, Jakarta Selatan, pada Senin (1/12) siang. Gedung itu diketahui milik Fuad. Pemberinya adalah Antonio.
Antonio menyerahkan duit sebesar Rp 300 juta kepada ajudan Amin, Rauf. Saat ditangkap, di dalam mobil Rauf ditemukan duit sebesar Rp 700 juta.
Tak lama setelah penangkapan pertama, tim penyidik menangkap seorang anggota TNI Angkatan Laut berpangkat Kopral Satu bernama Darmono di Gedung Energy Tower atau Energy Building di Pusat Kawasan Bisnis Sudirman (SCBD) Jakarta. Gedung itu dikuasai oleh Medco milik pengusaha Arifin Panigoro. Darmono adalah perantara dan ajudan Antonio. Ketiganya lantas digelandang ke Gedung KPK.
Setelah ketiganya diringkus, tim KPK pada Selasa dini hari menangkap Amin di rumahnya di Bangkalan. Pagi harinya dia diboyong ke Gedung KPK.
Atas perannya itu, KPK menyangkakan Amin dan Rauf dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Keduanya kini dibui di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur.
Sedangkan Antonio disangkakan dengan pasal pemberi suap atau gratifikasi. Yakni pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan pasal 13 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001. Dia dibui di Rutan Cipinang Kelas I cabang KPK.
Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Koptu Darmono kepada Polisi Militer Angkatan Laut. Sebab, dia juga ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus itu.