KPK belum pastikan kelanjutan perkara PT ADI di PN Jakarta Selatan
Perusahaan Singapura itu menggugat PT ADI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 4 Oktober 2016, karena PT ADI dianggap tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap PT EJFS dalam tenggat waktu yang ditentukan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memastikan kelanjutan gugatan perdata PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) setelah terbukti ada unsur tindak pidana suap dalam perjalanannya. Kuasa hukum PT ADI, Akhmad Zaini menyuap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi agar menolak gugatan PT Eastern Jason Fabrication Service (EJFS) Ltd.
Perusahaan Singapura itu menggugat PT ADI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 4 Oktober 2016, karena PT ADI dianggap tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap PT EJFS dalam tenggat waktu yang ditentukan.
"Untuk mengamankan kasus tersebut diduga lakukan komunikasi antara AKZ (Akhmad Zaini) kuasa hukum PT ADI dengan TMZ, Panitera yang menangani perkara tersebut kemudian disepakati dana Rp 400 juta untuk menolak gugatan tersebut jadi latar belakangnya itu," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo saay melakukan konferensi pers di gedung KPK, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/8).
Informasi yang dihimpun, PT ADI bergerak di bidang jasa konstruksi dengan spesifikasi survey bawah laut. Ada beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan PT ADI salah satunya PT EJFS, perusahaan yang bermarkas di Singapura, dan China National Offshore Oil Coorporation (CNOOC), yang bermarkas di Tiongkok.
Dengan PT EFJS, PT ADI bekerjasama dalam penambatan dan pemasangan FSO Federal II sejak tahun 2014, dan kerjasama dengan PT CNOOC meliputi servis alat sejak 2014.
Ditengah perjalanannya, kerugian PT EJFS atas wanprestasi PT ADI sebesar USD 7.603.198.45, dan SGD 131.070.50, dengan rincian sebagai berikut;
Kerugian materiil sebesar USD 3.217.355.45 dan SGD 131.070.50, sedangkan penggugat mendapatkan hasil dari kontrak kerjasama dengan PT ADI sebesar USD 3.114.000, dan denda kepada China National Offshore Oil Coorporation (CNOOC) sebesar USD 1.271.843.00.
Sebelumnya, tim satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kelima orang tersebut adalah dua kuasa hukum PT ADI, Akhmad Zaini dan Fajar Gora, Tarmizi; panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Teddy Junaedi; honorer Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Solihan; sopir rental.
Penangkapan dilakukan setelah KPK menduga telah terjadi transaksi bentuk suap atas perkara yang membelit PT ADI.
"Pemberian oleh AKZ, selaku kuasa hukum agar gugatan PT EJFS ltd. Terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT ADI," ungkap Agus.
Agus menjelaskan sebagai pemulus niatannya tersebut, Ahkmad berkomunikasi langsung dengan Tarmizi. Negosiasi harga pengurusan perkara. Disebutkan bahwa dalam negosiasi itu Tarmizi meminta Rp 750 juta. Nominal tersebut disampaikan dengan memggunakan istilah 'sapi' dan 'kerbau'. Sapi diartikan sebagai ratusan juta, kambing artinya puluhan juta.
Akhmad keberatan atas permintaan Tarmizi, sehingga keduanya menemukan kesepakatan harga 4 sapi, alias Rp 400 juta.
"TMZ sempat meminta 7 sapi 5 kambing. Akhirnya disepakati 4 sapi," tukasnya.
Realisasi pembayaran harga atas pengurusan perkara dilakukan Akhmad dengan mentransfer ke rekening Teddy Junaedi, honorer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Transfer rekening Teddy dijadikan dalam kongkalikong itu dijadikan sebagai rekening tampungan.
Kendati kesepakatan harga Rp 400 juta, rekening Tarmizi mendapat kucuran dana Rp 425 juta.
"Sebelumnya diterima 22 Juni melalui transfer BCA AKZ ke rekening TJ Rp 25 juta. 16 Agustus Rp 100 juta dan disamarkan keterangannya dengan keterangan DP pembayaran tanah. 21 Agustus transfer Rp 300 juta keterangannya pelunasan tanah. Total Rp 425 juta," ungkap Agus merinci.
KPK pun telah menyita barang bukti berupa buku tabungan milik Teddy dan Akhmad yang digunakan sebagai transaksi suap.
Atas perbuatannya, Tarmizi selaku pihak penerima suap disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Akhmad selaku penyuap disangkakan telah melanggar Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.