KPK periksa petinggi Fuji Xerox Asia dalam kasus e-KTP
Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan seorang tersangka yaitu Sugiharto.
Komisi Pemberantasan Korupsi terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) oleh Kementerian Dalam Negeri. Hari ini, penyidik pada Komisi memeriksa General Manager Information Fuji Xerox Asia Pacific di Singapura sekaligus Presiden Direktur PT Astra Graphia Information Technology (AGIT), Yusuf Darwin Salim, sebagai saksi.
"Diperiksa untuk tersangka S (Sugiharto)" tulis Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat, Senin (24/11).
Saksi lainnya diperiksa dalam perkara sama adalah Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi, dan mantan Kabag Perencanaan Sesditjen Adminduk Kementerian Dalam Negeri, Ir. Ekworo Budianto, MM. Yusuf Darwin Salim juga merupakan pimpinan konsorsium dalam proyek e-KTP. Di PT Astra Graphia, dia juga menjabat sebagai Direktur Penyelia Solusi Informasi Teknologi unit bisnis.
Yusuf mulai bekerja di Grup Astra sejak 1974 bagian penyedia peralatan kantor. Dia ditempatkan di Divisi Xerox, dan kemudian menjadi teknisi sebelum dipromosikan menjadi Manajer Pelayanan Pelanggan di divisi komputer. Karirnya makin menanjak setelah menduduki posisi Manajer Teknik regional Fuji Xerox Asia Pacific pada 1991. Sejak saat itu dia berkantor di Singapura. Yusuf meraih gelar sarjana TI dari Universitas of Rochester, New York, gelar MBA dari University of Dubuque, Iowa. Dalam kasus ini, Yusuf merupakan salah satu pemenang lelang dalam proyek KTP-el.
Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan seorang tersangka. Dia adalah Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto. Dalam proyek itu, dia menjabat selaku Pejabat Pembuat Komitmen. Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Anggaran digunakan atau pagu proyek ini adalah Rp 6 triliun. Sementara ihwal kerugian negara, KPK menyatakan masih menghitungnya.