KPK sita Kawasaki Ninja & Alphard dalam kasus KH Fuad Amin
Ulama beken dari Madura itu terkait kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura, Jawa Timur di KPK.
Tim penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan telah menyita lima kendaraan roda empat dan sebuah sepeda motor sport merek Kawasaki Ninja terkait kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, dengan tersangka FAI (KH Fuad Amin Imron).
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, semua kendaraan itu disita sejak kemarin.
"Disita terkait kasus FAI. Dari sebuah rumah di Jakarta. Penyitaan sejak kemarin," tulis Priharsa melalui pesan singkat kepada awak media, Selasa (23/12).
Lima mobil itu antara lain Toyota Alphard berwarna perak bernomor polisi B 1250 TFU, Toyota Kijang Innova abu-abu bernomor polisi B1824 TRQ, sedan Suzuki Swift putih bernomor polisi B 1683 TOM, Honda CR-V coklat bernomor polisi B 1277 TJC, serta sedan Toyota Camry hitam bernomor polisi B 1341 TAE. Semuanya terjejer di area parkir Gedung KPK dan ditempel stiker bertuliskan 'Disegel'.
Sementara awak media tidak bisa menemukan keberadaan sepeda motor Kawasaki Ninja. Kabarnya kuda besi itu sudah disimpan di ruang basement Gedung KPK. Jenis Kawasaki Ninja itu pun belum diketahui apakah tipe mesin dua langkah, atau empat langkah, atau jenis motor Kawasaki Ninja berkapasitas di atas 250 cc.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan sudah mengembangkan proses penyidikan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan, Madura, K.H. Fuad Amin Imron. Alhasil, menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, mereka sudah meneken Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (sprindik) dan menyematkan sangkaan baru buat mantan Bupati Bangkalan di samping kasus dugaan suap jual beli gas alam.
Menurut Bambang, penyidik berhasil menemukan bukti baru buat mengembangkan penyidikan Amin. Dia menyatakan, kasus itu meluas buat menjerat perbuatan pidana pemuka agama itu saat dia masih menjabat sebagai Bupati Bangkalan.
"Kasus FAI ini sudah ditingkatkan. Ada tipikor dalam konteks sebagai penyelenggara negara, bukan Ketua DPRD. Itu sudah ada sprindik barunya. Dan itu kita bisa naik kasus ini ke 2006 karena kan kepala daerahnya 2006," kata Bambang kepada awak media di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hari ini.
Bambang menyatakan, pengembangan penyidikan itu menjadi landasan penyidik buat melakukan penyitaan terhadap beberapa aset milik Fuad. Dia menyatakan berdasarkan sprindik itu, penyidik mulai membidik perbuatan lancung Fuad semasa menjabat Bupati Bangkalan. Meski begitu, dia tidak merinci pasal baru apa disangkakan kepada ayah Bupati Bangkalan, Makmun Ibnu Fuad alias Ra Momon.
"Penyitaan-penyitaan itu baru bagian dari pengembangan penyidikan sesuai yang sprindik baru itu. Sebagai penyelenggara negara atau kepala daerah 2006," ujar Bambang.
Soal pengenaan pasal dugaan tindak pidana pencucian uang kepada Fuad, Bambang menyatakan hal itu masih dikaji lagi. Pernyataannya berbeda dengan disampaikan sejawatnya, Adnan Pandu Praja, memastikan Fuad bakal dijerat pencucian uang. Meski demikian, dia menyatakan tidak menutup kemungkinan Fuad bakal disangkakan melakukan pencucian uang.
"Kemungkinan seperti itu. Tapi sedang dalam kajian," ucap Bambang.
Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan, Jawa Timur, KH Fuad Amin Imron, dan anak buahnya Abdul Rauf, serta Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko dan Anggota TNI AL Kopral Satu Darmono sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, gratifikasi atau pemberian itu terkait penyimpangan perjanjian jual beli gas buat Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan.
Serah terima duit itu dilakukan di Jakarta. Yakni tepatnya di Gedung AKA di Bangka Raya, Jakarta Selatan, pada Senin (1/12) siang. Gedung itu diketahui milik Fuad. Pemberinya adalah Antonio.
Antonio menyerahkan duit sebesar Rp 300 juta kepada ajudan Amin, Rauf. Saat ditangkap, di dalam mobil Rauf ditemukan duit sebesar Rp 700 juta.
Tak lama setelah penangkapan pertama, tim penyidik menangkap seorang anggota TNI Angkatan Laut berpangkat Kopral Satu bernama Darmono di Gedung Energy Tower atau Energy Building di Pusat Kawasan Bisnis Sudirman (SCBD) Jakarta. Gedung itu dikuasai oleh Medco milik pengusaha Arifin Panigoro. Darmono adalah perantara dan ajudan Antonio. Ketiganya lantas digelandang ke Gedung KPK.
Setelah ketiganya diringkus, tim KPK pada Selasa dini hari menangkap Amin di rumahnya di Bangkalan. Pagi harinya dia diboyong ke Gedung KPK.
Atas perannya itu, KPK menyangkakan Amin dan Rauf dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Keduanya kini dibui di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur.
Sedangkan Antonio disangkakan dengan pasal pemberi suap atau gratifikasi. Yakni pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan pasal 13 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001. Dia dibui di Rutan Cipinang Kelas I cabang KPK.
Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Koptu Darmono kepada Polisi Militer Angkatan Laut. Sebab, dia juga ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus itu.