KPU sebut aturan soal politik dinasti buat perbaiki demokrasi
Pandangan kami bahwa ketika ada ide dan gagasan untuk memperbaiki sistem demokrasi dengan cara mencegah politik dinasti.
Komisioner KPU Ida Budhiarti mengatakan, tujuan KPU dalam Pasal 7 huruf R UU No. 8 tahun 2015 tentang pilkada adalah untuk memperbaiki sistem demokrasi dengan cara mencegah politik dinasti. Hal ini ditegaskan Ida lantaran munculnya polemik politik dinasti yang berkaitan dengan Petahana.
"Nah, pandangan kami bahwa ketika ada ide dan gagasan untuk memperbaiki sistem demokrasi dengan cara mencegah politik dinasti karena ada ketidaksempurnaan UU. KPU itu juga bukan satu-satunya pihak yang harus memberikan solusi," kata Ida di gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (30/6).
Dia menambahkan, dalam menyusun peraturan yang ada KPU juga terikat dengan instrumen hukum dan norma yang ada di dalam Undang-undang. Dia berharap, dalam memutuskan Petahana atau Incumbent mundur apa tidak, DPRD mau melihatnya dari perspektif kepatutan.
Menurutnya, hal itu sesuai Undang-undang Pemerintah Daerah yang ada, bahwa pengunduran diri Petahana harus disampaikan melalui rapat Paripurna, kemudian diteruskan ke DPRD. Sehingga, nantinya dari rapat tersebut akan diambil kebijakan apakah Petahana atau Incumbent bisa diterima alasan mundurnya.
"Ya kan harus dilihat dari sisi kepatutannya, dilihat alasannya sejauh mana kepatutannya untuk mundur dari jabatannya," ujarnya.
Lebih jauh, dia menuturkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga harus melihat alasan diterima atau tidak pengunduran diri dari Kepala Daerah Petahana. "Jadi Menteri memperhatikan unsur kepatutannya. Kemudian partai politik, partai yang punya semangat mencegah politik dinasti, kan bisa tidak mengusung yang bersangkutan di dalam proses internal partai politik, untuk maju dalam Pilkada," tuturnya.
Ida menyampaikan pihaknya sudah sering melakukan rapat konsultasi dengan KPU terkait pasal tersebut. Bahkan, pembahasan Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Petahana itu sudah sering dilakukan.
"Memang ada rumusan norma yang tidak sempurna. Kemudian kami mempertimbangkan kalau KPU ingin terus mempertahankan memang ada risiko sengketa kalau kemudian peraturan kami diuji di MA. Kalau mau disandingkan dengan bunyi pasalnya dengan PKPU, maka akan sangat mudah diprediksi bahwa kami dinyatakan tidak sesuai dengan UU," pungkasnya.