KPU Pastikan Patuh Konstitusi soal Wacana Omnibus Law UU Politik
Saat ini, KPU tinggal meunggu hasil dari rencana revisi Undang-Undang politik melalui Omnibus Law.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memastikan patuh dan taat pada konstitusi terkait rencana revisi delapan Undang-Undang politik lewat metode gabungan atau Omnibus Law, yang turut menyasar ke penyelenggaraan pemilu.
“Saya rasa itu wilayah domainnya pembentuk undang-undang ya, yaitu pemerintah dan DPR. Kami sebagai penyelenggara pemilu tentu akan melaksanakan undang-undang dan akan patuh dan taat pada konstitusi dan undang-undang,” tutur Komisioner KPU RI Yulianto Sudrajat di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (9/11).
Menurut Drajat, KPU RI hanya berwenang dalam evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024. Hasilnya nanti kemudian akan disampaikan apabila ke depannya diminta pendapat oleh DPR dan pemerintah pusat.
“Ya masukan-masukan kalau kami diminta pendapat terkait dengan revisi atau perubahan undang-undang, ataupun omnibus law untuk pemilu yang akan datang,” jelas dia.
Komisioner KPU RI August Mellaz menambahkan, KPU RI tentu memiliki peran sebagai pelaksana undang-undang. Untuk saat ini, pihaknya tinggal meunggu hasil dari rencana revisi Undang-Undang politik melalui Omnibus Law.
“Omnibus Law itu sebenarnya gini, ini kan terkait dengan bagaimana pembangunan dan pelembagaan sistem politik ke depan. Tentu KPU sebagai lembaga pelaksanaan undang-undang, nanti akan ada perannya. Tapi perannya sekarang tidak mengomentari itu,” ungkapnya.
Dia yakin, dalam proses pembentukan undang-undang terkait dengan kebijakan nantinya pemerintah pusat dan DPR akan mengundang KPU RI.
“Di situ kemudian momentum kami untuk menyampaikan bagaimana evaluasi penyelenggaraan, baik Pemilu maupun Pilkada yang dimandatkan oleh undang-undang kepada KPU. Nah itu, termasuk misalnya sekarang kan banyak beredar isu bagaimana kemudian kalau misalnya penyelenggara pemilunya dibuat ad-hoc," ucap dia.
"Saya kira itu bagian dari dinamika yang normal saja dalam setiap periode pasca pemilu, proses pembicaraan politik, kebijakan di DPR, isu-isu semacam itu biasa terjadi,” August menandaskan.
Diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakam, pihaknya menghargai dan akan menindaklanjuti usulan revisi undang-undang (UU) politik melalui omnibus law.
"Kemendagri menghargai ide dari teman-teman di DPR untuk melakukan revisi terhadap sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan sistem politik," kata Tito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/10).
Namun, Tito menyebut ada mekanisme sebelum melalukan tindak lanjut yakni melaporkan dahulu kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Selaku Kemendagri tentu memiliki mekanisme sendiri. Saya harus melapor kepada Bapak Presiden, kemudian saya biasanya nanti akan melakukan rapat di tingkat antarkementerian/lembaga yang terkait," kata dia.
Menurut Tito, pihaknya harus mengkaji dahulu apakah revisi UU politik perlu dipaketkan via omnibus law atau per UU saja.
"Apakah perlu revisi atau tidak, di mana kalau perlu, di bagian mana yang perlu direvisi. Dan itu nanti akan kita sampaikan hasil dari pemerintah ini kepada DPR di rapat berikutnya," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia mneyatakan perlu menyempurnakan sistem politik, termasuk penyelenggaraan pemilu.
"Bagaimana menyetopnya, apakah kita semua punya komitmen untuk segera melakukan revisi terhadap undang-undang politik atau termasuknya undang-undang pemilu, dan waktunya itu sekarang," kata Doli.
Doli menyebut kedelapan UU adalah UU Pemilu dan UU Pilkada yang hendak disatukan. Kedua, UU Partai Politik. Ketiga, UU MPR/DPR/DPRD/DPD (MD3) yang hendak dipisahkan per lembaga, DPRD tidak termasuk.