Kritik nyelekit Fahri Hamzah ke Istana sampai bilang lemot
Fahri menyindir Presiden Joko Widodo yang terkesan lamban merespons desakan merevisi pasal 156 dan pasal 156 a tentang penistaan agama.
Setelah Majelis Hakim kasus penistaan agama menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), muncul desakan untuk merevisi pasal 156 dan 156 a tentang Penistaan Agama. Salah satunya datang dari Setara Institute. Setara Institut mencatat terdapat 97 kasus hukum atas tuduhan penodaan agama yang terjadi selama periode 1965-2017.
Dari 97 kasus yang terjadi, 21 di antaranya diselesaikan di luar persidangan. Sisanya, 76 diselesaikan di meja hijau. Ada 127 orang yang sudah diadili atau divonis dengan dalih menodai agama.
Setara Institut menilai dalil penodaan agama mengandung tingkat subjektivitas dan elastisitas yang sangat tinggi. Karenanya bertentangan dengan asas legalitas dalam konstruksi hukum positif.
"Sialnya pasal ini sudah digunakan untuk menghakimi yang di level atas," kata peneliti Setara Institute Halili di Bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/5) lalu.
Menurutnya, bila DPR tidak mau mencabut UU tersebut maka pemerintah harus mengambil peran besar untuk mengkaji ulang pasal ini. Presiden Joko Widodo, Jaksa Agung, Ketua MA harus duduk bersama dengan menggunakan perspektif yang sama bahwa ini persoalan besar. Tujuannya agar tidak ada lagi korban dengan dalih penodaan agama.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun angkat bicara. Fahri menyindir Presiden Joko Widodo yang terkesan lamban merespons desakan merevisi pasal 156 dan pasal 156 a tentang penistaan agama dalam UU KUHP.
Fahri menyayangkan respons lamban yang ditunjukkan pihak Istana padahal wacana pengubahan pasal penistaan agama adalah masalah krusial. Tak cuma itu, saking geramnya Fahri bahkan sampai menyebut Istana lemot dalam menyikapi isu ini.
"Sekarang ada isu penistaan agama pasal mau dicabut, Istana diam aja, Istana dulu ngomong. Yang Presiden Jokowi, bukan saya, kok kita yang ngomong duluan, dia enggak ngomong, emang lemot nih Istana, payah. Enggak ngomong soal begini," kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/5) kemarin.
Menurutnya, selama wacana revisi pasal penistaan agama ini bergulir, DPR selalu menjadi lembaga yang aktif memberikan pandangan. Sementara, pihak Istana sama sekali belum memberikan opininya.
"Tiap hari kan kita tangkap pandangan dari pengamat, akademisi atau ormas lalu tanya ke DPR, DPR tanggapi terus, Istana kayaknya enggak pernah berpendapat. Padahal ini masalah penting, krusial," katanya.
Fahri lantas membandingkan respons pemerintah Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat dalam menanggapi segala isu yang berkembang. Staf khusus media di Gedung Putih, lanjut Fahri, sangat aktif berkomunikasi dengan wartawan membahas isu-isu terkini.
Fahri juga menyindir aksi lilin yang dilakukan di sejumlah daerah terhadap dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menurut Fahri, Istana hanya diam saja.
"Di Gedung putih ada Press Secretary khusus, tiap hari 3-4 kali ketemu wartawan, baru nanti orang datang ke parlemen, baru ditanggapi pernyataan Istana. Ini enggak, semua peristiwa istana diem aja, termasuk orang masuk bandara, kacau ini lilin-lilinan ini, orang mulai bentrok, istana diem saja. Istana kerjanya apa?" katanya.
Sementara itu di lokasi berbeda, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan Undang-undang No 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama dan pasal 156a dalam KUHP masih dibutuhkan di Tanah Air.
"Kalau sama sekali tidak ada hukum norma yang mengatur tentang kasus penodaan agama lalu bagaimana kita menyelesaikan kasus-kasus diduga penodaan agama lalu kita mau pakai azas hukum apa?" kata Lukman usai memberikan kuliah umum terkait deradikalisasi agama di kampus sebagai komitmen konsensus bernegara di Asrama Haji, Palu, Sulawesi Tengah, kemarin.
Menurut Lukman, yang menjadi persoalan selama ini bukan terletak pada UU Penodaan Agama melainkan pada putusan dari pengadilan. Karena itu, yang harus dibenahi adalah pengambilan keputusan pengadilan bukan undang-undangnya.
"Saya merasa perlu hati-hati betul menghilangkan UU dan pasal-pasal yang terkait penodaan agama," katanya.
Baca juga:
Fahri Hamzah soal pasal penistaan agama: Lemot nih Istana, payah!
DPR sebut revisi pasal penistaan agama bisa cepat kalau pakai Perppu
Menag tegaskan UU Penodaan Agama masih dibutuhkan
Agar tak ada lagi korban, pemerintah harus kaji pasal penodaan agama
Kejagung belum mau ungkap alasan ajukan banding atas vonis Ahok
Usai vonis Ahok, Peradi anggap UU Penodaan Agama layak direvisi
-
Apa yang menurut Fahri Hamzah menjadi bukti dari efek persatuan Jokowi dan Prabowo? "Efek persatuan mereka itu luar biasa, telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi game changer, perubahan yang punya efek dahsyat pada perekonomian dan masyarakat secara umum," sambungnya.
-
Bagaimana Fahri Hamzah melihat proses bersatunya Jokowi dan Prabowo? "Ini adalah dua tokoh besar. Orang hebat dua-duanya, yang selama ini oleh politik dibuat bertengkar, sekarang kita buat mereka bersatu," tutur Fahri, Minggu (28/1)
-
Kapan Hamzah Haz terpilih menjadi Wakil Presiden? Pada hari Kamis, 26 Juli 2001, Hamzah terpilih sebagai Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Apa yang membuat Presiden Jokowi terkesan dengan penampilan Azizah? Potret Azizah MRDS yang Membuat Jokowi Terpukau dan Menggugah Semangat Goyang! Azizah MRDS, yang memiliki nama lengkap Nurul Azizah Syafitri, adalah penari cilik asal Mataram, Lombok, yang berhasil mencuri perhatian publik berkat bakat menarinya yang luar biasa.