KSP: Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura Perkuat Posisi Indonesia di Internasional
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, perjanjian tersebut menjadi bukti bahwa reputasi pemerintah dalam tata kelola transparan dan akuntabel semakin membaik.
Indonesia-Singapura telah menandatangani perjanjian ekstradisi untuk mencegah dan memberantas tindak pidana lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, perjanjian tersebut menjadi bukti bahwa reputasi pemerintah dalam tata kelola transparan dan akuntabel semakin membaik.
"Konsekuensinya Indonesia harus membuktikan mampu memberantas segala kejahatan yang merendahkan martabat dan menghancurkan sendi keadilan, seperti korupsi, kejahatan ekstrimisme, atau kejahatan kemanusiaan lainnya," kata Siti di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (26/1).
-
Di mana kerja sama ini ditandatangani? Penandatangan MoU dilakukan oleh Direktur Utama PT Indonesia Comnets Plus, Ari Rahmat Indra Cahyadi dengan Direktur Utama PT Alita Praya Mitra, Teguh Prasetya, disaksikan oleh Nokia Asia Paific Enterprise Lead, Stuart Hendry di Mobile World Congress, Barcelona, hari ini.
-
Bagaimana cara Indonesia dan Malaysia memperkuat kerja sama bilateral mereka? Kunjungan tersebut merupakan pertemuan yang sukses, dan kedua Kepala Negara menyetujui untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, serta berkomitmen untuk menyelesaikan beberapa masalah perbatasan kedua negara.
-
Siapa yang terlibat dalam kerja sama ini? Penandatangan MoU dilakukan oleh Direktur Utama PT Indonesia Comnets Plus, Ari Rahmat Indra Cahyadi dengan Direktur Utama PT Alita Praya Mitra, Teguh Prasetya, disaksikan oleh Nokia Asia Paific Enterprise Lead, Stuart Hendry di Mobile World Congress, Barcelona, hari ini.
-
Apa saja contoh kerja sama di bidang ekonomi antara Indonesia dan Malaysia? Dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi, Malaysia merupakan partner perdagangan terbesar kedua Indonesia, dengan jumlah investasi ke-5 di tahun 2022 di ASEAN.
-
Bagaimana ular berkepala dua bergerak? Kata juru bicara itu, ular berkepala dua ini sering memberikan tuntutan tubuh yang saling bertentangan, sehingga gerakannya bisa sporadis dan tidak terkoordinasi.
-
Kenapa dua kelompok pemuda ini terlibat dalam perkelahian? Dua kelompok pemuda yang bentrok tersebut ialah dari kelompok Markus (21) dengan kelompok Jony (24). Awalnya, terjadi saling caci maki antara Markus dan Jony melalui via whatsapp dan akhirnya saling tantang. Karena, sebelumnya permasalahan tersebut terjadi karena keduanya saling memperebutkan seorang perempuan.
Dia menjelaskan, kerja sama ekstradisi dengan Singapura yang dikenal dengan good dan clean governance, akan menaikkan leverage Indonesia dimata dunia. Posisi Indonesia dalam membangun kerjasama internasional dinilai semakin kuat, baik di bidang politik, ekonomi, atau bidang strategis lainnya.
Terkait penandatanganan kesepakatan pengambilalihan kendali udara atau Flight Information Region (FIR) di Natuna dari Singapura. Dia menilai, kesepakatan tersebut harus bisa terkonsolidasi dalam agenda strategis dan program prioritas.
"Tidak hanya di kementerian/lembaga tapi juga semua unsur termasuk dunia usaha dan masyarakat sipil. KSP akan mengawal itu," ungkapnya.
Kesepakatan Indonesia dengan Singapura dalam pengambilalihan FIR di Natuna, sambung dia, memiliki tiga substansi penting, yakni kepentingan substantif kebangsaan, kepentingan politis strategis kenegaraan, dan kedaulatan hakiki.
Menurut dia, kerjasama ini menegaskan Indonesia sebagai the emerging country yang mempunyai kewibawaan politis serta modalitas sumberdaya produktif dan kompetitif. "Sekaligus menguatkan kepentingan resiliensi sosial menghadapi globalisasi pada era revolusi industri 4.0," tutup dia.
Buronan RI Tak Bisa Lagi Kabur dan Sembunyi di Singapura
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa(25/1). Perjanjian itu dilakukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif yaitu berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
"Selain masa retroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan," ungkap Yasonna, usai penandatanganan Perjanjian Ekstradisi tersebut, Selasa (25/1).
Hal itu kata dia untuk mencegah privilege yang timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya. Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis. Meliputi tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Yasonna juga menjelaskan Indonesia berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati Perjanjian Ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan.
"Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua Negara," bebernya.
Ekstradisi Buronan Dicari di Kedua Negara
Yasonna menuturkan ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta. Dia menjelaskan penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
"Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ungkapnya.
Selain itu, sambung Yasonna, Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.
Yasonna juga menjelaskan secara khusus, bagi Indonesia, pemberlakuan Perjanjian Ekstradisi dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan memfasilitasi implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi dilakukan dalam Leaders’ Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Leaders’ Retreat ini sedianya diselenggarakan pada tahun 2020, namun dikarenakan pandemi Covid-19, kegiatan tersebut baru dapat dilaksanakan pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PM Singapura menyaksikan penandatanganan 15 dokumen kerjasama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya di antaranya: Persetujuan tentang Penyesuaian FIR, Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura, Pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007 (Joint Statement MINDEF DCA).
Selain ketiga dokumen perjanjian itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI dan Senior Minister/Coordinating Minister for National Security Singapura juga melakukan pertukaran surat (exchange of letter) yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia – Singapura secara simultan.
(mdk/gil)