Kuasa Hukum Jumhur Nilai Pendapat Saksi Ahli JPU Malah Ringankan Terdakwa
Ia menambahkan suatu pernyataan dan ujaran juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum jika menimbulkan dampak, misalnya keonaran di tengah masyarakat.
Kuasa Hukum Jumhur Hidayat, Oky Wiratama menilai saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) malah meringankan kliennya. Jumhur sendiri merupakan terdakwa kasus penyebaran berita bohong.
"Sebenarnya dari keterangan ahli, pendapat dia lebih banyak meringankan Pak Jumhur, karena tadi dia bilang harus ada dampaknya dulu, sementara korban bilang tidak ada dampaknya bagi dia (terkait unggahan Jumhur di media sosial Twitter)," kata Oky Wiratama, seperti dikutip Antara, Senin (12/4).
-
Kapan HUT Kodam Jaya diperingati? Setiap tanggal 24 Desember diperingati HUT Kodam Jaya.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
-
Siapa saja yang berduet dalam acara peringatan HUT Bhayangkara? Salah satunya adalah band Gigi yang sempat berduet dengan Kapolri dan Panglima TNI.
-
Kapan HUT Kopassus diperingati? Kopassus didirikan pada tanggal 16 April 1952. Selamat ulang tahun ke-72, Kopassus!
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Apa tema HUT Kodam Jaya Jayakarta tahun ini? Tema HUT Kodam Jaya Jayakarta tahun ini adalah “TNI AD Bersama Rakyat Bersatu dengan Alam untuk NKRI”.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum optimis kliennya tidak bersalah dalam kasus penyebaran berita bohong sebagaimana dituduh oleh jaksa, kata Oky menegaskan.
Untuk sidang kasus penyebaran berita bohong untuk terdakwa Jumhur Hidayat di PN Jakarta Selatan, Senin, jaksa menghadirkan seorang ahli Sosiologi Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dr. Trubus Rahadiansyah. Dalam sesi itu, ahli memaparkan pendapatnya mengenai penyampaian ujaran atau berita dan dampaknya dari perspektif sosiologi hukum.
Menurut ahli, perbedaan pendapat terhadap suatu isu, yang disampaikan secara langsung atau lewat medium media sosial, merupakan perbuatan biasa. Trubus menyebut pro kontra pada suatu isu merupakan interaksi sosial yang wajar.
Namun, ujaran berupa kritik, berita benar atau berita bohong dapat memuat konsekuensi hukum jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat pernyataan tersebut, kata Trubus menerangkan. Ia menambahkan suatu pernyataan dan ujaran juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum jika menimbulkan dampak, misalnya keonaran di tengah masyarakat.
"Pro kontra itu wajar. Pendapat orang berbeda-beda dan itu biasa. (Ilmu) Sosiologi melihat itu sebagai kemajemukan. Namun, itu menjadi persoalan (hukum) kalau pro kontra itu bertendensi atau berpotensi (mengarah) ke kekacauan," kata Trubus.
Ia lanjut menerangkan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP telah mengatur ancaman hukuman bagi mereka yang menyampaikan kabar dengan potensi keonaran.
Pasal 14 ayat (1) menyebutkan, "barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."
Sementara itu Pasal 14 ayat (2) mengatur, "barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun".
Pasal 15 lanjut mengatur, "barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun".
Dalam kesempatan itu, terdakwa pun bertanya langsung ke ahli sosiologi hukum mengenai keabsahan penetapan dirinya sebagai terdakwa terkait kasus penyebaran berita bohong.
Jumhur kepada ahli mengatakan ia dituduh oleh jaksa bahwa unggahannya di Twitter menimbulkan kebencian kepada pengusaha, sementara Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, yang sempat dihadirkan sebagai saksi fakta di persidangan, mengatakan ia tidak merasa dirugikan atas ujaran terdakwa.
Terkait itu, Trubus mengatakan secara teoretis jika tidak ada pihak yang merasa dirugikan, seharusnya tidak ada kasus hukum terkait ujaran tersebut.
Jumhur Hidayat didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.
Jumhur, menurut jaksa, menyebarkan kabar bohong itu lewat akun Twitter pribadinya.
Walaupun demikian, sejauh ini belum ada ahli dari jaksa yang dapat menunjukkan hubungan dari unggahan Jumhur di Twitter dengan aksi massa menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang berujung ricuh, kata Oky, anggota tim penasihat hukum.
Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga:
Permohonan Dikabulkan, Laptop Anak Jumhur Hidayat Dikembalikan Setelah Disita Jaksa
Hadiri Sidang Syahganda Nainggolan, Gatot Berpesan agar Hakim Berlaku Adil
Ahli Forensik Digital Polri Gunakan Alat Buatan Israel Analisis Data Jumhur Hidayat
Pengacara Sebut Tuntutan Terhadap Syahganda Nainggolan Tak Sesuai Fakta Persidangan
Kronologi Penemuan Bom Palsu di Depan Rumah Petinggi KAMI Ahmad Yani
Aktivis KAMI Syahganda Nainggolan Dituntut 6 Tahun Penjara