Lambat tangani sengketa tanah, BPN Denpasar dihujani kritik
Dinilai lamban, kasus sengketa tanah di Bali menjadi berlarut-larut.
Ombudsman Perwakilan Bali mengkritik lambannya kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar dalam menangani kasus sengketa tanah. Hal itu berdampak pada makin berlarutnya sengketa tanah dan pihak yang bersengketa tidak kian mendapat kepastian hukum.
"BPN harusnya lebih proaktif dalam menyelesaikan kasus-kasus itu," kata pimpinan Ombudsman Bali, Umar Ibnu Alkhottob di Denpasar, Sabtu (21/12).
Dia mencontohkan, laporan yang diterima lembaganya mengenai sengketa tanah seluas 700 meter persegi di Jalan Pulau Saelus Sesetan, Denpasar akibat adanya Pipil atau alas hak yang berbeda. Hingga sekarang, kasus ini belum mengalami kemajuan signifikan yang diberikan BPN Denpasar guna menyelesaikan sengketa itu.
"Ini kan kasihan yang bersengketa. Hanya gara-gara satu instansi mereka tidak segera mendapat kepastian," tandas Umar.
Pihak Ombudsman sendiri sudah memanggil BPN dalam forum mediasi dengan pihak bersengketa pekan lalu. Namun pihak BPN tidak bisa menjawab saat ditanya tentang sertifikat tanah yang terbit dengan dua Pipil yang berbeda.
Dalam forum mediasi itu, BPN beralasan warkah tanah yang disengketakan itu belum ditemukan karena keterbatasan ruang arsip. "Padahal warkah itu syarat wajib untuk penerbitan sertifikat. Kok bisa membuat sertifikat kalau warkahnya tidak ada," ujar Umar.
Hingga Oktober 2013, Ombudsman Bali menerima 209 pengaduan dan terbesar adalah laporan tentang lambannya pelayanan instansi pemerintah, termasuk BPN. Dari laporan itu, ada yang sudah diselesaikan dan banyak juga yang mandeg alias tidak tuntas.
"Kami inginnya cepat, tapi dihambat oleh instansi lain seperti BPN. Kami hanya bisa mendesak BPN untuk segera menuntaskan," katanya.