Langka karena kemarau, harga pasir Merapi melambung
"Sepi mas, nggak ada pasir di atas (Kaliworo, Merapi)," ujar Mukidi, salah satu penjual pasir.
Musim kemarau yang cukup panjang, membuat pasir di lereng Merapi semakin langka. Pasir di sejumlah sungai yang selama ini dialiri lahar dingin material Merapi, seperti Kaliworo, mulai menipis. Kondisi tersebut berimbas pada pengecer dan toko material di Kota Solo dan sekitarnya. Akibat stok yang menipis tersebut, harga di pasaran melambung.
Pantauan merdeka.com di sejumlah pengecer dan toko material memang jarang ditemui stok pasir yang menumpuk. Seperti di Jalan Baki-Solo, Kadilangu yang biasanya ada belasan truk pasir Merapi, pada hari ini Senin (15/9) terlihat sepi. Hanya ada 2 atau 3 truk saja yang mangkal.
"Sepi mas, nggak ada pasir di atas (Kaliworo, Merapi)," ujar Mukidi, salah satu penjual pasir.
Mukidi mengatakan, tak hanya sepi pasir, pembeli pun juga jarang yang nampak. Karena harga sudah meroket. Sejak seminggu terakhir, harga per truk naik minimal Rp 250 ribu.
"Dulu cuma Rp 750 ribu, sekarang paling murah Rp. 1 juta," katanya.
Sementara itu di toko material Jalan Popda Banjarsari, Solo harga ecer 1 mobil pick up pasir Rp 200 ribu. Harga tersebut naik dari harga normal Rp 140-150 ribu.
"Kalau pas lancar dulu satu colt kita jual Rp 150 ribu, sekarang Rp 200 ribu," ucap Joko Keok, pengecer pasir.
Selain kemarau, kelangkaan pasir juga disebabkan oleh sulitnya penambangan menggunakan peralatan berat. Penambangan, di Kabupaten Klaten hanya diperbolehkan dengan cara manual.
"Sebenarnya banyak truk yang ngantre, tapi kalau nambangnya cuma manual, hasilnya kan sedikit. Banyak yang tidak kebagian pasir," pungkas Mukidi.